Jumat, 27 April 2012

DEMOKRASI DAN PEMILU DALAM PANDANGAN ISLAM

Menjelang pesta demokrasi alias pemilu, begitu banyak persiapan yang dilakukan para pengusungnya, dari kota sampai ke desa; berjajar partai-partai yang akan turun ke kancah politik. Mulai dari partai senior sampai partai junior, bahkan partai yang menisbahkan dirinya kepada Islam pun tidak mau ketinggalan mengambil posisi dalam memeriahkan pesta demokrasi. Tak ada satu jalan pun kecuali telah dipenuhi dengan baleho-baleho para caleg, spanduk-spanduk partai, stiker, dan atribut lainnya. Beribu-ribu ungkapan dan janji yang tertulis hampir di setiap sudut kota. Semuanya terkadang buat bingung; yang mana harus dipilih?
Adanya pesta raksasa semodel ini terkadang membuat orang lupa segalanya sehingga ia tak pernah mau tahu apakah menerapkan demokrasi beserta tetek bengeknya dibolehkan dalam agama kita??! Selain itu, banyak diantara manusia yang masih salah paham, sehingga menyandarkan demokrasi kepada Islam atau memasukkannya ke dalam Islam dengan menamakannya sebagai siyasah syar’iyyah (politik Islam). Padahal Islam sangat bertentangan dengan demokrasi. Jadi, tak mungkin disebut dengan siyasah syar’iyyah !? Orang yang beranggapan seperti itu hanya berbicara tanpa dalil, sampai setan pun tidak akan bisa membantunya untuk mendatangkan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebab suatu perkara disebut “syar’i” bila bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber hukum tertinggi bagi manusia. Adapun demokrasi, maka ia tidak bersumber dari keduanya. Bahkan demokrasi itu bersumber dari pikiran dan ide manusia yang tak lepas dari segala sifat kelemahan yang dimilikinya. Demokrasi adalah ide lancang yang dicanangkan pertama kali oleh orang kafir sampai hari ini demi membabat dan menyingkirkan syari’at Allah yang sempurna. [lihat Haqiqoh Ad-Dimuqratiyyah (hal. 16 & 19)]
Kedudukan DEMOKRASI ini akan semakin jelas, jika kita mengetahui maknanya. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani dan tersusun dari dua kata. Kata pertama adalah “Demo” yang bermakna rakyat atau penduduk. Kata yang kedua adalah “Krasi” yang berasal dari kata “Kratia” yang berarti aturan hukum dan kekuasaan. Dua kata Yunani ini, kalau digabungkan, menjadi “Demokrasi” yang berarti pemerintahan dari rakyat.
Jadi, DEMOKRASI adalah hukum dari rakyat untuk rakyat sendiri, dalam artian suara rakyat adalah hukum dan kekuasaan tertinggi. Dalam prakteknya, demokrasi tergambar dalam suara terbanyak. Keputusan apapun yang dipilih oleh suara terbanyak, maka itulah yang harus diambil dan diterapkan. [Lihat Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyf Mafasid wa Syubuhat Al-Intikhob (hal.16) karya Syaikh Abu Nashr Al-Imam]
Subhanallah , teori semacam ini amat bertentangan dengan Al-Quran, dan As-Sunnah. Karena di dalam syariat islam, hukum hanya milik Allah. Segala keputusan manusia harus kembali kepada Allah (Al-Qur’an), dan Rasul-Nya (Sunnah).
Hukum (keputusan) itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia”. (QS. Yusuf :40)
Allah berfirman kepada Rasul-Nya:
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka dengan sesuatu yang diturunkan Allah”. (QS. Al-Maidah :49)
Allah menjelaskan bahwa hukum itu bukanlah menjadi milik rakyat dan para anggota parlemen, tapi milik Allah saja. Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk memutuskan perkara diantara manusia dengan wahyu yang Allah turunkan berupa Al-Qur’an dan Sunnah.
Syaikh Muhammad Aman Al-Jamiy-rahimahullah- berkata, “Tidak ragu lagi bahwa sistem demokrasi adalah sistem mulhid (atheis) jahiliyyah, tak cocok bagi kita di negeri ini (KSA), bahkan tak cocok bagi semua negeri-negeri Islam yang beriman dengan aturan Islam…Jika rakyat yang menetapkan aturan hidupnya; yang menetapkan segala keputusan, dan melaksanakan keputusan sang hakim yang menganut paham demokrasi. Jika demikian halnya, maka apa lagi yang tersisa bagi Allah Robbul alamin Yang Menciptakan para hamba, dan mengutus rasul-rasul-Nya kepada mereka serta menurunkan kepada mereka kitab-kitab-Nya yang mengandung aturan yang rinci lagi adil, tak ada kecurangan, dan kekurangan padanya. Jadi, Allah-lah saja Yang Menetapkan syari’at. Dia telah menetapkan syari’at yang adil”. [Lihat Haqiqoh Ad-Dimuqratiyyah (hal. 14-15) karya Al-Jamiy]
Selain itu, manusia yang merupakan makhluk lemah tidak mungkin akan menyamai syari’at dan petunjuk yang Allah tuangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, walaupun seluruh manusia bersatu merancang keputusan, perundang-undangan, dan aturan hidup, maka mereka tak mungkin akan mampu menandinginya. Allah -Ta’ala- berfirman,
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) – dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya)-, maka peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir”. (QS. Al-Baqoroh: 23-24).
Al-Hafizh Ibnu Katsir Asy-Syafi’iy-rahimahullah- berkata, “Ini juga merupakan mu’jizat yang lain, yakni Allah mengabarkan berita yang pasti, tanpa takut, dan khawatir bahwa Al-Qur’an ini tidaklah mungkin akan dihadapi (dilawan) dengan sesuatu yang semisalnya selama-lamanya. Demikianlah realitanya; Al-Qur’an tak pernah bisa dihadapi dari dulu sampai zaman kita sekarang, dan memang tak mungkin!! Bagaimana mungkin hal itu terjadi bagi seseorang, sedang Al-Qur’an adalah firman Allah Sang Maha Pencipta segala sesuatu; bagaimana bisa firman (ucapan) Sang Maha Pencipta diserupai oleh ucapan makhluk?!!” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (1/91)]
Jadi, petunjuk terbaik, dan paling sempurna; hukum yang paling lengkap dan universal serta cocok di setiap tempat dan zaman adalah Al-Qur’an yang berisi segala kebaikan dunia dan akhirat.
Para Pembaca yang budiman, DEMOKRASI yang merupakan produk buatan manusia yang banyak memiliki kekurangan, dan kebatilan. Diantara kebatilan-kebatilan demokrasi:
  • Menentukan Hukum Berdasarkan Suara Terbanyak
Banyaknya manusia yang memilih dan menetapkan suatu perkara bukanlah menjadi tolok ukur bahwa perkara itu benar dan baik. Tapi segala perkara harus ditimbang dan diukur dengan wahyu (Al-Qur’an dan Sunnah).
Jika suatu perkara dikembalikan dan diukur dengan pikiran dan ide kebanyakan orang, maka yakinlah bahwa perkara-perkara itu akan banyak memiliki kekurangan dan pelanggaran; jauh dari jalan Allah. Jadi, manusia –bagamanapun banyaknya- bukanlah pengambil keputusan tertinggi, dan bukan sumber hukum tertinggi, karena kebanyakan manusia jauh dari jalan Allah, dan memiliki sifat-sifat buruk.
Allah -Ta’ala- berfirman,
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka. Dan mereka tidak lain hanyalah berdusta”.( Al-An’am :116)
Ahli Tafsir Jazirah Arab, Al-Imam As-Sa’diy-rahimahullah- berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa banyaknya pengikut tidak bisa menjadi dalil kebenaran. Sebaliknya, sedikitnya pengikut tidak bisa dijadikan dalil bahwa itulah yang batil. Bahkan kenyataan menunjukkan kebalikannya, pelaku kebenaran sedikit jumlahnya, namun mereka besar kadar dan pahalanya di sisi Allah. Bahkan yang wajib dijadikan dalil untuk mengetahui kebenaran dan kebatilan adalah jalan-jalan yang bisa mengantar kepada hal itu (yakni, Al-Qur’an). [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal 233)]
Allah -Ta’ala- berfirman,
“Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Yusuf: 40)
Kalau ada diantara manusia yang mengetahui kebenaran, maka mereka pun kebanyakannya membenci kebenaran itu. Allah berfirman,
“Sesungguhnya kami benar-benar telah memhawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan di antara kamu benci pada kebenaran itu”. (QS. Az-Zukhruf :78).
Diantara sifat buruk pada mayoritas manusia, mereka tak mau beriman. Allah -Ta’ala- menyebutkan sifat buruk ini dalam firman-Nya,
“D an sebagian besarmanusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya”. (QS. Yusuf :103)
Selain itu, kebanyakan manusia tidak pandai bersyukur kepada Allah, bahkan banyak yang mengingkari nikmat-nikmat Allah. Allah -Ta’ala- berfirman,
“Sesungguhnya allah mempunyai karunia terhadap manusia,tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur” (QS. Al-Baqarah:243)
Jika kita bandingkan antara orang yang murni imannya (bertauhid) dengan kaum musyrik, maka kita mendapati orang musyrik lebih banyak. Allah -Ta’ala- berfirman,
“ Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (QS.Yusuf: 106)
Pembaca yang Budiman, Allah mengabarkan tentang keadaan mayoritas manusia bahwa kebanyakannya tidak beriman, tidak bersyukur, tidak mengetahui, dan kebanyakan menyekutukan Allah serta benci kepada kebenaran. Lalu bagaimana mungkin memutuskan suatu hukum dengan pendapat mayoritas?! Padahal banyak diketahui bahwa mayoritas manusia sepakat untuk berbuat zhalim, melampaui batas, bahkan ingkar kepada Allah.
Andaikan hak suara di parlemenyang mengatas namakan Islam ada 69 suara dan yang menyelisihinya juga 69 suara. Lalu ditambah 1 suara dari orang kafir lagi dzolim, maka aspirasi yang menyuarakan hukum Al-Qur’an akan kalah dan terbuang !!! Karena dikalahkan oleh suara orang jahat tadi. Apakah perbuatan seperti ini bijak?!! Sama sekali tidak bijak, andaikan mereka berpikir !!!
  • Menyamaratakan Manusia
Dalam ajang demokrasi semua orang posisinya sama; seorang ulama dan bertaqwa sama posisinya dengan orang yang jahil lagi dzolim. Orang yang sholeh sama posisinya dengan seorang pelacur; Pria sama kedudukannya dengan wanita. Demikianlah demokrasi, adapun di dalam Islam, semua diposisikan secara proporsional. Allah berfirman,
“Maka apakah patut kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang berdusta (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian); bagaimanakah kamu mengambil keputusan. (QS. Al-Qalam : 35-36)
Allah berfirman:
“Maka apakah orang yang beriman seperti orang fasik (kafir)? Mereka tidak sama” . (QS. As-Sajdah : 18)
Allah -Ta’ala- berfirman membedakan dengan bijak antara pria & wanita,
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Baqoroh: 228).
Ayat-ayat ini merobohkan prinsip kesetaraan dan kesamaan yang terdapat dalam sistem demokrasi yang zholim
  • Menghilangkan Prinsip Loyalitas
Al-Wala’ (loyalitas) dan Al-Bara’ (tidak loyalitas) merupakan salah satu asas yang sangat penting di dalam islam. Oleh karena itu, kami akan menjelaskan apa arti Al-Wala’ dan Al-Bara’. Al-Wala’ adalah cinta karena Allah dan saling tolong menolong karena Allah. Al-Bara’ adalah benci karena Allah dan saling bermusuhan karena Allah. Adapun dasar perkara ini, firman Allah:
“Wahai orang-orang beriman! janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (orang yang dicintai) dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah kamu ingin memberi alasan yang jelas bagi Allah (untuk menyiksamu)? (QS.An-Nisaa’: 144)
Rasulullah bersabda,
مَنْ أَحَبَّ لِلّهِ وَأَبْغَضَ لِلّهِ وَأَعْطَى لِلّهِ وَمَنَعَ لِلّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ اْلإِيْمَانَ
“Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menahan karena Allah, maka sungguh ia telah menyempurnakan imannya . [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (1864); di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami’ (5965)].
Jadi, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita berloyal kepada orang-orang mukmin, dan membenci orang-orang kafir. Adapun dalam demokrasi, sikap ini disingkirkan dan dijauhkan dengan sejauh-jauhnya. Cinta dan benci tidaklah muncul karena Allah, namun muncul karena partai. Jika sesuai dengan tujuan partai, maka ia akan dirangkul dan dicintai; siapapun orangnya. Namun jika berseberangan dengan misi politiknya, walaupun dia seorang muslim yang beriman, maka dia memusuhinya. Lahaulah walakuata illa billah

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 85 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)

Kamis, 26 April 2012

SEBAB-SEBAB LEMAHNYA UMAT ISLAM

Kaum muslimin, yang semoga dirahmati Allah. Keadaan umat Islam saat ini begitu memprihatinkan. Di hadapan musuh-musuh mereka, umat ini terus mengalami kekalahan, ketertinggalan dan penindasan. Negeri-negeri kaum muslimin dirampas begitu saja oleh musuh-musuh mereka. Dalam tubuh umat islam sendiri, mereka saling berselisih dan berpecah belah. Apa sebab lemahnya kaum muslimin saat ini dan bagaimana pemecahan masalah tersebut?
Tulisan di bawah ini akan memberikan penjelasan tentang sebab utama kemunduran dan kelemahan umat Islam saat ini yang disarikan (dengan sedikit tambahan) dari tulisan Syaikh Abdul Aziz bin Baz -seorang ulama besar/mufti di Saudi Arabia- yang berjudul Asbabu Dho’fil Muslimin Amama ’Aduwwihim Wal ’Ilaaju Lidzalik. Semoga Allah merahmati beliau dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi umat untuk memperbaiki keadaan mereka saat ini.


Penyakit yang Menimpa Umat Islam Saat Ini
Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah. Perlu diketahui bahwa sebab kelemahan, ketertinggalan, dan kekalahan kaum muslimin saat ini di hadapan musuh mereka, semuanya kembali pada satu sebab yang akan bercabang ke sebab yang lain. Sebab utama tersebut adalah kebodohan yaitu jahil (bodoh) terhadap Allah, agama-Nya dan berbagai hukum syar’i. Ilmu agama semacam ini telah banyak ditinggalkan oleh umat saat ini. Ilmu ini sangat sedikit dipelajari, sedangkan kebodohan malah semakin merajalela.
Kebodohan merupakan penyakit yang mematikan, dapat mematikan hati dan perasaan, juga melemahkan anggota badan dan kekuatan. Pengidap penyakit ini bagaikan hewan ternak, hanya menyukai syahwat, farji (kemaluan) dan perut. Kebodohan sungguh telah melemahkan hati, perasaan, dan keyakinan kaum muslimin dan akan menjalar ke anggota tubuh mereka yang lain yang membuat mereka lemah di hadapan musuh mereka (Yahudi dan Nashrani).


Mengapa Penyakit Utama Lemahnya Kaum Muslimin adalah Kebodohan?!
Yang menunjukkan bahwa sebab terbesar adalah jahl (bodoh) terhadap Allah, agama-Nya, dan syari’at-Nya -yang seharusnya seseorang berpegang teguh dan mengilmui tiga hal tersebut- yaitu sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yang artinya,”Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, Allah akan memahamkannya dalam perkara agama.” (HR. Bukhari & Muslim). Maka dari sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ini, menunjukkan bahwa di antara tanda Allah akan memberikan kebaikan dan kebahagiaan bagi individu, bangsa, negara yaitu Allah akan memahamkan mereka ilmu din (agama). Berarti dengan memahami agama ini dengan mengenal Allah, Rasul-Nya, dan Syari’at-Nya, individu maupun bangsa akan diberikan oleh Allah berbagai bentuk kebaikan. Dan bodoh tentang hal ini akan membuat kaum muslimin jauh dari kebaikan, sehingga membuat mereka lemah di hadapan musuh mereka.
Di samping itu Al Qur’an juga mencela kebodohan dan orang-orang yang bodoh dan memerintahkan mewaspadainya. Seperti dalam firman Allah Ta’ala yang artinya,”Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Al An’am: 111). Juga firman Allah yang artinya,”Dan kebanyakan mereka tidak mengerti” (Al Ma’idah: 103)


Penyakit Cinta Dunia dan Takut Mati
Sebab lain yang menyebabkan kaum muslimin lemah dan tertinggal dari musuh-musuh mereka adalah cinta dunia dan takut mati. Sebab ini muncul karena sebab utama di atas yaitu bodoh terhadap agama Allah.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,”Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian adalah sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (Shohih, HR. Ahmad dan Abu Daud)
Dalam hadits ini terlihat bahwa penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati) akan menimpa dan berada dalam hati-hati mereka. Mereka tidak mampu untuk menggapai kedudukan yang mulia dan tidak mampu pula untuk berjihad fii sabilillah serta menegakkan kalimat Allah. Hal ini disebabkan kecintaan mereka pada dunia dan kesenangan di dalamnya seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan selainnya. Mereka begitu bersemangat mendapatkan kesenangan seperti ini dan takut kehilangannya, sehingga mereka meninggalkan jihad fii sabilillah.  Begitu juga mereka menjadi bahil (kikir)  sehingga mereka enggan untuk membelanjakan harta mereka kecuali untuk mendapatkan berbagai kesenangan di atas.
Penyakit wahn ini telah merasuk dalam hati kaum muslimin kecuali bagi yang Allah kehendaki dan ini jumlahnya sedikit sekali. Kaum muslimin secara umum telah menjadi lemah di hadapan musuh mereka. Rasa takut telah hilang dari hati musuh mereka sehingga mereka tidak merasa takut dan khawatir terhadap kaum muslim karena mereka telah mengetahui kelemahan kaum muslimin saat ini. Semua hal ini terjadi disebabkan kebodohan yang menyebabkan rasa tamak kaum muslimin pada dunia sehingga kaum kafir (musuh kaum muslimin) menggerogoti mereka dari segala penjuru walaupun jumlah mereka banyak tetapi jumlah ini hanya bagaikan sampah-sampah yang dibawa air hujan yang tidak bernilai apa-apa.


Obat Mujarab untuk Menyembuhkan Penyakit yang Menimpa Kaum Muslimin
Setelah mengetahui berbagai penyakit yang menyebabkan kaum muslimin menjadi lemah di hadapan kaum kafir (Yahudi dan Nashrani) yang disebabkan kebodohan sebagai sebab utama. Maka obat mujarab untuk mengobati penyakit ini, tidak lain dan tidak bukan kecuali menuntut ilmu dan memahami agama ini. Dengan melakukan hal ini mereka akan mendahulukan ridho Allah daripada murka-Nya, bersegera dalam melakukan ketaatan dan menjauhi larangan-Nya serta segera bertaubat dari dosa yang telah dilakukan pada masa lampau. Dengan hal ini pula mereka akan segera melakukan berbagai persiapan untuk menghadapi musuh mereka sebagaimana yang Allah perintahkan pada firman-Nya yang artinya,”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. (Al Anfaal: 60). Allah memerintahkan dalam ayat ini untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapi musuh sesuai dengan kemampuan kaum muslimin. Allah tidak memeritahkan kaum muslimin untuk mempunyai perlengkapan yang sama kuatnya dengan musuh mereka.


Tolonglah Agama Allah, Niscaya Allah akan Menolongmu
Apabila kaum muslimin menghadapi musuh mereka sesuai dengan kemampuan mereka dalam rangka menolong agama Allah, maka Allah akan menolong mereka dan akan menjadikan mereka unggul di atas musuh mereka (dan bukan ditindas oleh musuh). Allah yang Maha Memenuhi Janjinya telah berfirman yang artinya,”Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7). Dan Allah tidaklah lemah untuk menolong hamba-Nya, akan tetapi Allah menguji di antara mereka dengan kejelakan agar diketahui siapa yang jujur atau dusta. Allah Maha Mampu untuk menolong wali-Nya dan untuk menghancurkan musuh-Nya tanpa perang, jihad, atau tanpa menyiapkan persenjataan. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Demikianlah apabila Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain”. (Muhammad: 4)
Tatkala perang badar kaum muslimin pada saat itu hanya berjumlah  310-an. Persenjataan dan tunggangan pun sedikit (hanya ada 70 unta dan 2 kuda). Sedangkan pasukan kafir (musuh kaum muslimin) berjumlah sekitar seribu pasukan dan memiliki kekuatan yang besar serta persenjataan yang lengkap. Namun, jumlah, senjata dan kekuatan orang kafir ini tidak bermanfaat bagi mereka. Allah mengalahkan musuh yang memiliki kekuatan besar tersebut yang Allah kisahkan dalam firman-Nya yang artinya,”Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali Imran: 126). Pertolongan tersebut dari sisi Allah, akan tetapi Allah menjadikan pertolongan tersebut dari para malaikat. Persenjataan, harta, dan bala bantuan yang Allah berikan ini merupakan sebab pertolongan, kabar gembira, dan ketenangan yang Allah berikan.


Menolong Agama Allah adalah dengan Melakukan Amal Sholih
Menolong agama Allah adalah dengan melakukan ketaatan dan menjauhi laranga-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.”(Al Hajj: 40-41). Dari ayat ini terlihat jelas bahwa sebab terbesar datangnya pertolongan Allah adalah dengan mentaati Allah dan Rasul-Nya. Di antara bentuk mentaati Allah dan Rasul-Nya adalah dengan mempelajari dan memahami agama ini.


Dari tulisan ini jelaslah sebab lemahnya kaum muslimin yaitu keengganan untuk mempelajari agama ini dan keengganan untuk melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Jika memang penguasa kaum muslimin dan para ulama betul-betul jujur dalam berdakwah, hendaklah mereka mengajak umat untuk melakukan berbagai bentuk amal sholih yaitu menegakkan shalat, menunaikan zakat, beramar ma’ruf nahi mungkar, dan hendaklah mereka mengajak umat Islam untuk mempelajari dan memahami agama agar mereka dapat mengenal Allah, Nabi-Nya, dan syari’at agama yang mulia ini.
Semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin saat ini dan memperbaiki ulil amri (penguasa dan ulama). Semoga Allah memberikan kaum muslimin bashiroh (ilmu dan keyakinan). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat. Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.


Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Rabu, 25 April 2012

ADAB MAKAN & MINUM ALA RASULULLLAH SAW

Jika anda sering mendengar istilah CARA SHALAT NABI, maka ada juga istilah Cara Makan Nabi atau Cara Makan Rasulullah atau Adab Makan Minum Rasulullah. Cara makan Rasullah tentu saja merupakan tata cara makan yang benar, cara makan yang baik dan cara makan sehat.
Bukti Adab Makan Minum Rasulullah Adalah yang Terbaik
Bukti primer yang paling kuat, paling ilmiah, paling masuk akal dan paling tidak terbantahkan adalah bukti di bawah ini:
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.” (Al-Ahzab: 21).
Nah, jika ada bukti-bukti lain… itu hanya bukti tambahan saja atau bukti sekunder. Bukti sekunder itu pasti tidak lebih kuat, tidak lebih ilmiah, tidak lebih masuk akal dan mungkin saja dapat terbantahkan.
Tapi anehnya, banyak orang lebih meyakini bukti sekunder ketimbang bukti primer. Semoga bukan termasuk kita semua. Amin.
Begini contohnya
PERHATIAN !!!

Kamis, 19 April 2012

PATUT KITA RENUNGKAN !!!


Sahabat cerdas berikut adalah nasehat kehidupan ya boleh juga sebagai motivasi hidup. Semua ini akan terkait dalam kehidupan sehari-hari kita.



1. Jika kita memelihara kebencian dan dendam, maka seluruh waktu dan pikiran yang kita miliki akan habis dan kita tidak akan pernah menjadi orang yang produktif.



2. Kekurangan orang lain adalah ladang pahala bagi kita untuk memaafkannya, mendoakannya, memperbaikinya dan menjaga aibnya.



3. Bukan gelar atau jabatan yang menjadi orang menjadi mulia. Jika kualitas pribadi buruk, semua itu hanyalah topeng tanpa wajah.



4. Ciri seorang pemimpin yang baik akan nampak dari kematangan pribadi, buah karya, serta integrasi antara kita dengan perbuatannya.



5. Jika kita belum bisa membagikan harta, kalau kita tidak bisa membagikan kekayaan, maka bagikanlah contoh kebaikan.



6. Jangan pernah menyuruh orang lain sebelum menyuruh diri sendiri, jangan pernah melarang orang lain sebelum melarang diri sendiri.



7. Pastikan kita sudah bersedekah hari ini, baik dengan materi, dengan ilmu, tenaga, atau minimal dengan seyuman yang tulus.



8. Para pembohong akan dipenjara oleh kebohongannya sendiri, orang yang jujur akan menikmati kemerdekaan dalam hidupnya.



9. Bila memiliki banyak harta, kita akan menjaga harta. Namun jika kita memiliki banyak ilmu, maka ilmulah yang akan menjaga kita.



10. Kalau hati kita bersih, tak ada waktu untuk berpikir licik, curang atau dengki sekalipun.



11. Bekerja keras adalah bagian dari fisik, bekerja cerdas merupakan bagian dari otak, sedangkan bekerja ikhlash ialah bagian dari hati.



12. Jadikanlah setiap kritik bahkan penghinaan yang kita terima sebagai jalan untuk memperbaiki diri.



13. Kita tidak pernah tahu kapan kematian akan menjemput kita, tapi kita tahu persis seberapa banyak bekal yang kita miliki untuk menghadapinya.








SEBAIK-BAIK BEKAL ADALAH APABILA KITA MENGAPLIKASIKAN AL-QUR'AN SESUAI DENGAN TELADAN
RASULULLAH SAW.
SEMOGA KITA TERMASUK ORANG YANG CERDAS, YANG SENANTIASA MENGINGAT KEMATIAN DAN
MEMPERBANYAK AMAL SHALIH SEBAGAI PERSIAPAN BEKAL KEMBALI KEPADA-NYA.


WALLAHUL MUSTA'AN.

Rabu, 18 April 2012

SUDAH JELAS ! RIBA DAN BUNGA BANK '' HARAM ''

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْهُ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ
Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa yang ketika itu semua orang memakan riba. Yang tidak makan secara langsung itu akan terkena debunya” (HR Nasai no 4455, namun dinilai dhaif oleh al Albani).
Meski secara sanad hadits di atas adalah hadits yang lemah namun makna yang terkandung di dalamnya adalah benar dan zaman tersebut pun telah tiba. Betapa riba dengan berbagai kedoknya saat ini telah menjadi komsumsi publik bahkan suatu yang mendarah daging di tengah banyak kalangan. Padahal ancaman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang riba sungguh mengerikan bagi orang yang masih memiliki iman kepada Allah dan hari akhir.
عَنْ عَوْفِ بن مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:”إِيَّاكَ وَالذُّنُوبَ الَّتِي لا تُغْفَرُ: الْغُلُولُ، فَمَنْ غَلَّ شَيْئًا أَتَى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَآكِلُ الرِّبَا فَمَنْ أَكَلَ الرِّبَا بُعِثَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَجْنُونًا يَتَخَبَّطُ”
Dari Auf bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hati-hatilah dengan dengan dosa-dosa yang tidak akan diampuni. Ghulul (baca:korupsi), barang siapa yang mengambil harta melalui jalan khianat maka harta tersebut akan didatangkan pada hari Kiamat nanti. Demikian pula pemakan harta riba. Barang siapa yang memakan harta riba maka dia akan dibangkitkan pada hari Kiamat nanti dalam keadaan gila dan berjalan sempoyongan” (HR Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir no 110 dan dinilai hasan li ghairihi oleh al Albani dalam Shahih at Targhib wa at Tarhib no 1862).
Berdasarkan hadits tersebut maka pelaku riba itu telah menghalangi dirinya sendiri dari ampunan Allah.
Makna hadits di atas bukanlah menunjukkan bahwa orang yang memakan riba meski sudah bertaubat tetap tidak akan diampuni oleh Allah. Akan tetapi maksudnya adalah menunjukkan tentang betapa besar dan ngerinya dosa memakan riba.
Umat Islam bersepakat berdasarkan berbagai dalil dari al Qur’an dan sunnah bahwa orang yang bertaubat dari dosa maka Allah akan menerima taubatnya baik dosa tersebut adalah dosa kecil maupun dosa besar.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَيَبِيتَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِى عَلَى أَشَرٍ وَبَطَرٍ وَلَعِبٍ وَلَهْوٍ فَيُصْبِحُوا قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ بِاسْتِحْلاَلِهِمُ الْمَحَارِمَ وَاتِّخَاذِهِمُ الْقَيْنَاتِ وَشُرْبِهِمُ الْخَمْرَ وَأَكْلِهِمُ الرِّبَا وَلُبْسِهِمُ الْحَرِيرَ ».
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, sungguh ada sejumlah orang dari umatku yang menghabiskan waktu malamnya dengan pesta pora dengan penuh kesombongan, permainan yang melalaikan lalu pagi harinya mereka telah berubah menjadi kera dan babi. Hal ini disebabkan mereka menghalalkan berbagai yang haram, mendengarkan para penyanyi, meminum khamr, memakan riba dan memakai sutra” (HR Abdullah bin Imam Ahmad dalam Zawaid al Musnad [Musnad Imam Ahmad no 23483], dinilai hasan li ghairihi oleh Al Albani dalam Shahih at Targhib wa at Tarhib no 1864).
Pada saat haji wada’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ كُلُّ شَىْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَىَّ مَوْضُوعٌ وَدِمَاءُ الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعَةٌ وَإِنَّ أَوَّلَ دَمٍ أَضَعُ مِنْ دِمَائِنَا دَمُ ابْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ كَانَ مُسْتَرْضِعًا فِى بَنِى سَعْدٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ
“Ingatlah, segala perkara jahiliah itu terletak di bawah kedua telapak kakiku. Semua kasus pembunuhan di masa jahiliah itu sudah dihapuskan. Kasus pembunuhan yang pertama kali kuhapus adalah pembunuhan terhadap Ibnu Rabi’ah bin al Harits. Dulu dia disusui oleh salah seorang Bani Saad lalu dibunuh oleh Hudzail. Riba jahilaih juga telah dihapus. Riba yang pertama kali kuhapus adalah riba yang dilakukan oleh Abbas bin Abdil Muthallib. Sungguh semuanya telah dihapus” (HR Muslim 3009 dari Jabir bin Abdillah).
Dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa riba itu berada di bawah telapak kaki beliau untuk menunjukkan betapa rendah dan hinanya pelaku riba dan riba juga dinilai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai perkara jahiliah.
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِى ، فَأَخْرَجَانِى إِلَى أَرْضٍ مُقَدَّسَةٍ ، فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ رَجُلٌ قَائِمٌ ، وَعَلَى وَسَطِ النَّهْرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ ، فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِى فِى النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِى فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ ، فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِى فِيهِ بِحَجَرٍ ، فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ ، فَقُلْتُ مَا هَذَا فَقَالَ الَّذِى رَأَيْتَهُ فِى النَّهَرِ آكِلُ الرِّبَا »
Dari Samurah bin Jundab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semalam aku bermimpi ada dua orang yang datang lalu keduanya mengajakku pergi ke sebuah tanah yang suci. Kami berangkat sehingga kami sampai di sebuah sungai berisi darah. Di tepi sungai tersebut terdapat seorang yang berdiri. Di hadapannya terdapat batu. Di tengah sungai ada seorang yang sedang berenang. Orang yang berada di tepi sungai memandangi orang yang berenang di sungai. Jika orang yang berenang tersebut ingin keluar maka orang yang berada di tepi sungai melemparkan batu ke arah mulutnya. Akhirnya orang tersebut kembali ke posisinya semula. Setiap kali orang tersebut ingin keluar dari sungai maka orang yang di tepi sungai melemparkan batu ke arah mulutnya sehingga dia kembali ke posisinya semula di tengah sungai. Kukatakan, “Siapakah orang tersebut?”. Salah satu malaikat menjawab, “Yang kau lihat berada di tengah sungai adalah pemakan riba” (HR Bukhari no 1979).
Dalam hadits di atas jelas sekali betapa kerasnya hukuman bagi pemakan riba sementara ketika di dunia dia mengira bahwa dirinya bergelimang kenikmatan.
Akhirnya seluruh umat Islam beserta segenap ulamanya baik yang terdahulu ataupun yang datang kemudian telah sepakat bahwa riba adalah haram. Mereka juga menegaskan bahwa bunga bank dan yang semisal dengannya adalah haram. Mereka juga sepakat bahwa siapa saja yang menghalalkan riba maka dia kafir. Sedangkan siapa saja yang melakukan transaksi riba namun masih memiliki keyakinan bahwa riba itu haram maka dia telah melakukan dosa besar, orang yang fasik dan berani memerangi Allah dan rasulNya.
Para ulama telah menetapkan haramnya bunga yang telah dipatok di awal transaksi misal 3%, 5% dan seterusnya. Para ulama telah membantah orang-orang yang menghalalkan bunga bank dan merontokkan argument-argumen mereka secara total. Tidak ada beda antara bunga dalam jumlah kecil ataupun dalam jumlah besar. Semuanya adalah riba yang diharamkan.
Hanya Allah yang memberi taufik.


JANGAN ADA KERAGUAN. AYO HIJRAH DARI KONVENSIONAL MENUJU SYARIAH.
WALLAHUL MUSTA'AN.

Sabtu, 14 April 2012

KIAT SUKSES PRESENTASI BISNIS

Sering kita melakukan presentasi pengenalan suatu produk kepada klien, customer atau calon konsumen dan sering juga kita mengalami ketidak puasan atau ketidak mengertian dari konsumen tersebut. Hal ini terjadi, karena tidak dilakukan persiapan dan membuat presentasi yang baik.
Untuk melakukan presentasi yang baik dan persuasif adalah dengan cara sebagai berikut:
  • Pengaruhi, jangan hanya informasikan. Hambatan dalam menjual adalah melakukan presentasi yang informatif yang tidak menghidupkan bagi pembeli. Dalam hal ini, perlu dipersiapkan dan dilakukan perencanaan dalam presentasi dimana menggunakan kata-kata yang spesifik, positif dan tepat.

  • Selalu bertindak, melawan minat pribadi. Memberikan atau menawarkan sesuatu produk kepada konsumen melalui presentasi, sesuai dengan apa yang dibutuhkannya, bukan sesuai dengan kemauan kita. Kadangkala, ada salesman yang menawarkan produk yang sebenarnya tidak sesuai dengan kebutuhan utama konsumen, tetapi dia menyarankan produk tersebut itu kepada konsumen, karena tergiur dengan komisi yang besar, Hal ini adalah sangat salah. Jadi, sarankan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Misalnya; Konsumen ingin mengantisipasi keselamatan jiwanya, karena sering berpergian dengan kendaraan, maka berikan solusi dengan menawarkan asuransi jiwa, jangan menawarkan asuransi pendidikan. Walau mungkin komisi asuransi jiwa lebih kecil dibandingkan asuransi pendidikan yang diterima oleh seorang  sales asuransi. Jadi sesuaikan dengan kebutuhan konsumen, walau mungkin income atas penawaran tersebut lebih kecil

  • Gunakan pengalaman anda, sebagai acuan dan contoh yang diberikan kepada konsumen. Misal : Dengan penggunaan asuransi kesehatan, bahwa saya beberapa kali masuk rumah sakit dalam bulan ini, selalu di cover oleh asuransi. Ini sangat membantu, dibanding saya tidak mempergunakan asuransi.

  • Pergunakan sifat yang merendah daripada menyombongkan diri. Banyak customer, tidak menyukai seseorang yang bersifat menyombongkan diri akan produknya dengan membandingkan produk merek lain, hal ini sangat tidak etis.

  • Jangan pernah hanya menyerahkan proposal, tetapi juga berikan tur dan pemandu. Jangan biarkan calon klien atau customer untuk melihat proposal tanpa ada penuturan akan poin-poin pokok yang ingin disampaikan. Ceritakan dahulu poin-poin utama, sambil kita berikan informasi, bahwa poin tersebut berada di halaman tertentu pada proposal tersebut. 








SELAMAT MENCOBA....

SUMBER ; KOMPASIANA

DEKAT DENGAN ALLAH, KUNCI SEGALANYA.....

“Seseorang boleh saja berkata, “Saya telah menemukan kebahagiaan sejati setelah bergelimang dengan harta kekayaan yang saya miliki. Saya sudah puas dengan hasil keringat saya.” Atau seorang pejabat bergaji tinggi bisa saja bertutur bahwa dengan posisinya yang ‘basah’ ia akan berkesempatan merasakan kenikmatan hidup. Atau mungkin saja seorang bintang film bercerita bahwa ia merasakan kedamaian dalam hidup setelah duit tak pernah berhenti mengalir ke sakunya.
Tetapi tidak mungkinkah di balik pernyataan itu ada terselubung perasaan cemas, khawatir dan gelisah, ibarat awan hitam yang menutupi wajah rembulan?
Kegelisahan, kecemasan, ketidakteteraman, adalah ‘pekerjaan harian’ bagi manusia, kecuali mereka yang telah menemukan jalan yang benar. Rasa cemas itu bisa menyangkut urusan yang kecil-kecil maupun yang besar-besar. Bahkan banyak orang yang sekadar menginginkan seorang gadis lalu tidak kesampaian, bisa memilih bunuh diri saking stresnya. Tidak sedikit pula yang mengamuk hanya karena persoalan uang seribu rupiah.
Bagi yang telah mengenal hakikat hidup, hal-hal remeh seperti itu tidak perlu membuatnya hilang akal. Allah swt jauh-jauh sebelumnya telah menurunkan obat penawar kegelisahan dan kecemasan ini dengan agama. Melalui agama (Islam) ini, Allah memperkenalkan diri-Nya bahwa Dialah yang Maha Kuasa, Maha Sempurna dan Maha Ahad. Pengetahuannya meliputi segala yang telah lalu, kini dan esok. Penglihatan-Nya jauh di atas menembus ruang dan waktu. Melalui pendekatan kepada kekuasaan-Nya ini sebenarnya sudah bermakna obat. Dijamin manusia tidak akan gelisah selamanya.
Islam memperkenalkan cara pandang yang jauh lebih luas tentang kehidupan. Bahwa hidup ini bukan sekadar pulang-balik dari rumah ke tempat kerja, sampai rumah lalu tidur, besok berangkat lagi, kawin, punya anak. Hidup ini indah dan penuh dimensi, yang terdiri dari beberapa babak. Babak akhir nanti bergantung pada kesuksesan menapaki hidup pada babak sekarang ini. Konsep seperti ini akan menuntut seseorang untuk mengontrol dirinya secara mandiri, dan membimbing untuk tidak segera putus asa menghadapi persoalan.
Terapi Shalat
Kaum muslimin tidak perlu ikut-ikutan orang lain untuk mencari ketenangan hidup dengan melakukan meditasi segala macam. Seperti diketahui, belakangan ini bermunculan kelompok meditasi di berbagai kota. Malah dua di antaranya, yang mengaku berasal dari India dan kini membuka cabang di Jakarta, mengklaim telah memiliki lebih 8.000 cabang di 58 negara. Tujuan organisasi ini tidak lain adalah untuk menjaring para eksekutif yang kini makin banyak ditimpa penyakit modern: stres dan gelisah.
Sungguh sangat disayangkan kalau ada kaum muslimin yang tertarik pada tatacara pengobatan yang seperti ini. Sebab secara syar’i bukan saja telah terjadi pelanggaran, karena bercampurnya lelaki dan perempuan dalam satu ruangan tanpa aturan yang jelas, tetapi juga ada sebuah gambar ka’bah dan dua kaligrafi bertuliskan Allah dan Muhammad yang dihimpit dua simbol agama lain.
Sebenarnya shalat jauh menawarkan terapi yang lebih efektif dan ampuh untuk penyakit-penyakit gelisah seperti itu. Tentunya apabila shalat yang ada ditegakkan dengan cara yang baik dan khusyu’. Sayangnya yang kita lakukan selama ini shalat bukan hanya dianggap sebagai suatu kewajiban, tapi terkadang sebagai beban. Padahal teori pengobatan berkata, apabila kita yakin, maka sebagian dari penyakit itu telah disembuhkan.
Shalat bahkan bukan hanya akan memberikan kesembuhan terhadap beban-beban ruhani akibat lelahnya menghadapi pertarungan hidup, tapi juga akan memberikan kemenangan, di dunia dan di akhirat. Orang yang shalatnya benar, tidak malah gelisah setelah shalat, akan tetapi ada perasaan lega dan tenteram karena baru saja bertemu dengan Allah, Penguasa Segala Sesuatu. Bertemu kepada Dzat yang menciptakan segala sesuatu di alam ini, termasuk jalan yang terbaik untuk hamba-Nya. Orang yang ketika menghadapi Tuhan mempunyai perasaan penghambaan seperti ini akan enteng hidupnya. Shalat akan dijadikan sebagai media untuk memohon bimbingan dan petunjuk agar tidak keliru dalam meniti kehidupan. Hidup ini dipasrahkan kepada-Nya, tawakkal.
Meraih Cinta-Nya
Untuk mendapatkan cinta tentu memerlukan perjuangan dan pengorbanan. Begitu juga untuk dapat meraih cinta dari Allah swt, kita dituntut berkorban. In tanshurullaha yanshurkum, kata Allah, apabila kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu. Menolong, bila yang melakukan adalah Allah, maka dapat diartikan dengan selesainya segala urusan yang ditolong. Ini adalah kunci kehidupan itu sendiri.
Manusia yang meyakini Islam sebagai jalan hidup satu-satunya berarti sudah memilih tauhid yang benar. Berarti ia akan cenderung mengenal Allah lebih dekat, sehingga menimbulkan perasaan cinta kepada-Nya. Kalau sudah tumbuh cinta maka ia akan memandang Allah sebagai Sumber segala hidup, Sumber kesempurnaan, Sumber segala rahmat, serta percaya bahwa Dia dekat dengannya setiap saat. Temali batinpun akan berbicara, ke mana pun juga pergi akan ada ‘benang’ kontrol yang menghubungkan dengan Dia. Keyakinan dan kesadaran seperti ini selain memberikan nuansa yang indah juga plus menciptakan kekuatan baru untuk melangkah menapaki hidup. Mungkin pertanyaan yang menggelitik akan muncul, menggoda pikiran kita, “Bagaimana sesungguhnya kita dapat berhubungan akrab dengan Tuhan dan sejauh mana kita mengetahui bahwa kita telah dekat kepada-Nya?”
Allah swt berfirman, “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu.” (QS. Al-Baqarah: 186)
Makin kuat keyakinan dan kesadaran kita akan dekatnya Allah maka makin tenteram pula hati ini dan makin besar kebahagiaan yang dicapai. Oleh karena itu dalam al-Qur’an disebutkan, alaa bidzikrillahi tathmainnul-quluub, ingatlah sesungguhnya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.
Dzikir yang dilakukan terus-menerus akan membuat ruhani menjadi kuat, pribadi manusia akan memperolah kekuatan transenden yang luar biasa. Sebagai dampaknya hati akan selalu bahagia, tenteram dan memperoleh kedamaian abadi.
Amal Mendekatkan dengan Allah
Kunci Segalanya
Kekuatan apa lagi yang akan bisa menyaingi jika manusia telah menemukan Tuhannya? Kekuatan ini dapat menyingkirkan ila-ilah yang bertengger dalam pikiran manusia, dalam jiwanya. Tidak hanya itu, semua kekuatan, harta kekayaan, pangkat dan status, serta semua urusan dunia tidak banyak artinya di kala Allah telah menyatu dalam jiwa.
Inilah kunci dari segalanya. Mereka yang sudah merapatkan dirinya pada sandaran Sang Maha Kuasa, akan menghadapi kehidupan dengan serba mudah. Kesulitan yang ada bahkan dianggapnya sebagai kesyukuran. Karena dengan kesulitan itu akan mengurangi beban dosa dan kesalahannya. Kesulitan dan kesusahan hidup bukan dianggap sebagai musibah yang dapat menyeretnya kepada kekufuran, tapi justru sebagai cubitan peringatan agar kontrol komunikasinya dengan Tuhan tetap berjalan, tetap seimbang.
Inilah bentuk kecintaan dari Yang Maha Hakiki kepada hamban-Nya. Demonstrasi kecintaan itu diwujudkan dalam berbagai tindakan-Nya yang terkesan menyengsarakan dan menyulitkan si hamba. Padahal itulah cara yang paling baik dan pas untuk manusia. Musibah dan penderitaan-penderitaan digelar-Nya, yang bagi kebanyakan manusia lebih mudah mengantar kepada kesadaran dan keinsyafan.
Sumber: Ikadi Jatim

WASPADALAH !!! TANPA DISADARI, LISAN JUGA BISA BERBUAT SYIRIK

Lebih samar dari jejak semut di atas batu hitam di tengah kegelapan malam


Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma –yang sangat luas dan mendalam ilmunya- menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan,”Yang dimaksud membuat sekutu bagi Allah (dalam ayat di atas, pen) adalah berbuat syirik. Syirik adalah suatu perbuatan dosa yang lebih sulit (sangat samar) untuk dikenali daripada jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam.”
Kemudian Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mencontohkan perbuatan syirik yang samar tersebut seperti, ‘Demi Allah dan demi hidupmu wahai fulan’, ‘Demi hidupku’ atau ‘Kalau bukan karena anjing kecil orang ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri itu’ atau ‘Kalau bukan karena angsa yang ada di rumah ini tentu datanglah pencuri-pencuri itu’, dan ucapan seseorang kepada kawannya ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’, juga ucapan seseorang ‘Kalau bukan karena Allah dan karena fulan’.
Akhirnya beliau radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, ”Janganlah engkau menjadikan si fulan (sebagai sekutu bagi Allah, pen) dalam ucapan-ucapan tersebut. Semua ucapan ini adalah perbuatan SYIRIK.” (HR. Ibnu Abi Hatim) (Lihat Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad At Tamimi)
Itulah syirik. Ada sebagian yang telah diketahui dengan jelas seperti menyembelih, bernadzar, berdo’a, meminta dihilangkan musibah (istighotsah) kepada selain Allah. Dan terdapat pula bentuk syirik (seperti dikatakan Ibnu Abbas di atas) yang sangat sulit dikenali (sangat samar). Syirik seperti ini ada 2 macam.
Pertama, syirik dalam niat dan tujuan. Ini termasuk perbuatan yang samar karena niat terdapat dalam hati dan yang mengetahuinya hanya Allah Ta’ala. Seperti seseorang yang shalat dalam keadaan ingin dilihat (riya’) atau didengar (sum’ah) orang lain. Tidak ada yang mengetahui perbuatan seperti ini kecuali Allah Ta’ala.
Kedua, syirik yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Syirik seperti ini adalah seperti syirik dalam ucapan (selain perkara i’tiqod/keyakinan). Syirik semacam inilah yang akan dibahas pada kesempatan kali ini. Karena kesamarannya lebih dari jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam. Oleh karena itu, sedikit sekali yang mengetahui syirik seperti ini secara jelas. (Lihat I’anatul Mustafid bisyarh Kitabut Tauhid, hal. 158, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan)


Contoh Lisan yang Terjatuh dalam Kesyirikan: Mencela Makhluk yang Tidak Dapat Berbuat Apa-apa
Perbuatan seperti ini banyak dilakukan oleh kebanyakan manusia saat ini –barangkali juga kita-. Lidah ini begitu mudahnya mencela makhluk yang tidak mampu berbuat sedikit pun, seperti di antara kita sering mencela waktu, angin, atau pun hujan. Misalnya dengan mengatakan, ‘Bencana ini bisa terjadi karena bulan ini adalah bulan Suro’ atau mengatakan ‘Sialan! Gara-gara angin ribut ini, kita gagal panen’ atau dengan mengatakan pula, ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’. Lidah ini begitu mudah mengucapkan perkataan seperti itu. Padahal makhluk yang kita cela tersebut tidak mampu berbuat apa-apa kecuali atas kehendak Allah. Mencaci mereka pada dasarnya telah mencaci, mengganggu dan menyakiti yang telah menciptakan dan mengatur mereka yaitu Allah Ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Allah Ta'ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.’ ” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki angin.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shohih)
Dari dalil-dalil ini terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu), angin dan makhluk lain yang tidak dapat berbuat apa-apa adalah terlarang. Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari sesuatu yang jelek yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk dan ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini termasuk keharaman, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan,’Hari ini sangat panas sekali, sehingga kita menjadi capek’-, tanpa tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.


Perbaikilah Diri


Jarang sekali manusia mengetahui bahwa hal-hal di atas termasuk kesyirikan dan kebanyakan orang selalu menyepelekan hal ini dengan sering mengucapkannya . Padahal Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya,”Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni dosa yang berada di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisa [4]: 116).


Oleh karena itu, sangat penting sekali bagi kita untuk mempelajari aqidah di mana perkara ini sering dilalaikan dan jarang dipelajari oleh kebanyakan manusia. Aqidah adalah poros dari seluruh perkara agama. Jika aqidah telah benar, maka perkara lainnya juga akan benar. Jika aqidah rusak, maka perkara lainnya juga akan rusak.


Hendaknya pula kita memperbaiki diri dengan selalu memikirkan terlebih dahulu apa yang kita hendak ucapkan. Ingatlah sabda Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang diridhai Allah namun tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini Allah mengangkat derajatnya. Namun boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang dimurkai Allah dan tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini Allah memasukkannya dalam neraka.” (HR. Bukhari)


Jika kita sudah terlanjur melakukan syirik yang samar ini, maka leburlah dengan do’a yang pernah diucapkan Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam


’Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika sya’an wa ana a’lamu wa astaghfiruka minadz dzanbilladzi laa a’lamu’
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan menyukutakan-Mu dengan sesuatu padahal aku mengetahuinya. Aku juga memohon ampunan kepada-Mu dari kesyirikan yang tidak aku sadari) (HR. Ahmad).
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

HUBUNGAN ALLAH TERHADAPMU SESUAI DENGAN HUBUNGANMU TERHADAP HAMBA-NYA



بسم الله الرحمن الرحيم


الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على رسول الله نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن والاه, وبعد:


Di dalam sebuah Hadits, Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah ta"ala hanya merahmati hamba-hambaNya yang pengasih." (HR. Bukhari).
Bukankah perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan?, barang siapa yang mengasihi makhluk, maka ia akan dikasihi al-Kholiq (pencipta), Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Orang yang pengasih akan di kasihi Dzat yang Maha Pengasih, kasihilah yang di bumi, maka yang di langit akan mengasihimu." (HR. Tirmidzi).


Balasan suatu perbuatan sesuai dengan perbuatan tersebut.


Allah ta"ala bermuamalah dengan hamba sesuai muamalah hamba terhadap sesamanya, maka bermuamalah-lah dengan hamba Allah ta"ala dengan muamalah yang mana engkau mengharapkan Allah ta"ala bermuamalah seperti itu terhadapmu.


Allah ta"ala berfirman: "Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah ta"ala Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. at-Taghobun: 14).


Firman Allah ta"ala: "Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, apakah kamu tidak ingin jika Allah ta"ala mengampunimu." (QS. an-Nuur: 22).


Hendaklah engkau senantiasa meringankan beban orang lain supaya Allah ta"ala meringankan bebanmu.


Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang menolong kesusahan orang muslim, maka Allah ta"ala akan menolongnya dari kesusahan pada hari kiamat." (HR. Bukhari).


Beliau juga bersabda: "Barang siapa yang menyelamatkan orang dari kesusahan, maka Allah ta"ala akan menyelamatkannya dari kesusahan pada hari kiamat." (HR. Ahmad).


Tolonglah orang yang membutuhkan pertolongan, maka kamu akan ditolong Allah ta"ala.


Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: "Allah ta"ala menolong seorang hamba selagi hamba tersebut menolong sesamanya."


Beliau juga bersabda: "Barang siapa menolong saudaranya yang membutuhkan maka Allah ta"ala akan menolongnya." (HR. Muslim).


Jadilah engkau orang yang mempermudah kesulitan orang lain.


Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang mempermudah kesulitan orang lain, maka Allah ta"ala akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat." (HR. Muslim).


Beliau juga bersabda: "Terdapat pada umat sebelummu seorang pedagang yang sering memberi pinjaman kepada orang lain, jika dia melihat si peminjam dalam kesulitan dia berkata kepada anak-anaknya: "Maafkan dia (jangan ditagih hutangnya) mudah-mudahan Allah ta"ala mengampuni kita", maka Allah ta"ala pun mengampuninya." (HR. Bukhari).


Berlemah-lembutlah terhadap hamba Allah ta"ala maka kamu akan termasuk orang yang didoakan Nabi shallallahu "alaihi wa sallam


"Ya Allah, barang siapa yang berlemah-lembut terhadap umatku maka berlemah-lembutlah terhadapnya, dan barang siapa yang mempersulit umatku maka persulitlah ia." (HR. Ahmad).


Beliau juga bersabda: "Sesungguhnya Allah ta"ala adalah Dzat yang maha lemah lembut mencintai kelembutan dan memberi pada kelembutan suatu kebaikan yang tidak pernah diberikan pada kekerasan." (HR. Muslim).


Beliau juga bersabda: "Barang siapa yang tidak memiliki kelembutan maka ia kehilangan suatu kebaikan." (HR. Muslim).


Tutupilah kejelekan (aib) orang lain maka Allah ta"ala akan menutupi kejelekan (aib) mu.


Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang menutupi kejelekan (aib) seorang muslim maka Allah ta"ala akan menutupi kejelekan (aib) nya." (HR. Muslim).


Beliau juga bersabda: "Barang siapa yang menutupi aurat (aib) saudaranya (muslim) maka Allah ta"ala akan menutupi aurat (aib) nya pada hari kiamat." (HR. Ibnu Majah).


Pandanglah sedikit kesalahan saudaramu, maka Allah ta"ala akan memandang sedikit pula kesalahan mu.


Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang memandang sedikit kesalahan seorang muslim maka Allah ta"ala akan memandang sedikit kesalahannya." (HR. Abu Dawud).


Berilah makan faqir miskin, maka Allah ta"ala akan memberimu makan pula.


Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi makan mukmin yang lapar, maka Allah ta"ala akan memberinya makan dari buah-buahan Surga." (HR. Tirmidzi).


Berilah minum orang yang kehausan, maka Allah ta"ala akan memberimu minum pula.


Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi minum mukmin lainnya yang kehausan, maka Allah ta"ala akan memberinya minum pada hari kiamat dari khamar murni yang dilak (tempatnya)." (HR. Tirmidzi).


Berilah pakaian kepada kaum muslimin maka Allah ta"ala akan memberimu pakaian.


Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi pakaian orang yang telanjang maka Allah ta"ala akan memberinya pakaian hijau dari surga." (HR. Tirmidzi).


Muamalah (hubungan) Allah ta"ala terhadapmu sebagaimana hubunganmu terhadap hamba-Nya, maka pilihlah muamalah yang kau sukai yang mana Allah ta"ala akan me-muamalahimu dengannya, dan pergaulilah hamba-hamba-Nya dengan (pilihanmu) itu maka kamu akan mendapat ganjarannya.


Jauhilah menyakiti sesama (Jika kamu melakukannya) maka Allah ta"ala akan menyiksamu.


Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah ta"ala akan menyiksa orang-orang yang menyakiti manusia." (HR. Muslim).


Allah Ta"ala berfirman: "Dan (ingatlah) ketika kami selamatkan kamu dari (Fir"aun) dan pengikut-pengikutnya mereka menimpa kepadamu siksaan yang seberat-beratnya." (QS. al-Baqarah: 49).


"Dan pada hari terjadinya kiamat dikatakan kepada malaikat, "masukkanlah Fir"aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat pedih." (QS. Ghofir: 46).


Jauhilah menyusahkan hamba-hamba Allah ta"ala (Jika kamu melakukannya), maka engkau akan terkena doa Nabi shallallahu "alaihi wa sallam: "Ya Allah, barang siapa yang mengurus perkara umatku lalu mempersulit mereka maka persulitlah dia dan barang siapa yang mempermudah mereka maka permudahkanlah dia." (HR. Muslim).


Janganlah engkau mencari-cari kesalahan kaum muslimin.


Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang senantiasa mencari kesalahan seorang muslim, maka Allah ta"ala akan senantiasa mencari kesalahannya pula, sehingga akan terbuka kesalahannya meskipun (tersembunyi) di dalam mulut unta (kendaraan) nya." (HR. Tirmidzi).


Beliau juga bersabda: "Barang siapa yang membuka aib saudaranya maka Allah ta"ala akan membuka aibnya sampai diperlihatkan kepada keluarganya." (HR. Ibnu Majah).


Janganlah engkau berhati batu (tidak punya belas kasihan).


Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang tidak menaruh belas kasihan terhadap sesamanya, maka Allah ta"ala tidak akan mengasihinya." (HR. Muslim).


Beliau juga bersabda: "Tidaklah dicabut rasa belas kasihan itu kecuali dari hati orang-orang yang celaka." (HR. Tirmidzi).


Apapun muamalah yang engkau suguhkan terhadap manusia, maka kamu akan mendapatkan balasan yang sama di sisi Allah ta"ala.


Ibnul Qoyyim berkata: "Sesungguhnya Allah ta"ala adalah Dzat yang Maha mulia, mencintai yang mulia dari hamba-hamba-Nya.


Dia adalah Dzat yang Maha Mengetahui, mencintai orang-orang yang berilmu.


Dia adalah Dzat yang Maha Kuasa, mencintai yang gagah berani.


Dia adalah Dzat yang Maha Indah, mencintai keindahan.


Dia adalah Dzat yang Maha Pengasih, mencintai orang yang pengasih.


Dia adalah Dzat yang Maha Menutupi, mencintai orang yang menutupi aib hamba-hamba-Nya.


Maha Pemaaf, mencintai yang memaafkan hamba-hamba-Nya.


Maha Pengampun, mencintai yang suka mengampuni hamba-Nya.


Maha lemah lembut, mencintai yang lemah lembut dari hamba-hamba-Nya serta membenci yang keras perangainya.


Dia adalah Dzat yang Maha Penyantun, mencintai sifat penyantun.


Dzat yang Melimpahkan kebaikan, mencintai perbuatan baik serta pelakunya. Dzat yang Maha Adil, mencintai keadilan.


Dzat yang Menerima uzur, mencintai orang yang menerima uzur hamba-hamba-Nya.


Membalas hamba sesuai dengan ada atau tidak adanya sifat-sifat tersebut pada diri seorang hamba... maka (sesungguhnya) muamalah Allah ta"ala terhadap hambanya sesuai dengan muamalah hamba terhadap sesamanya...


Berbuatlah semaumu maka Allah ta"ala akan membalasmu sesuai dengan perbuatanmu terhadap-Nya dan terhadap hamba-hamba-Nya.


Maka hendaklah engkau senantiasa memberikan manfaat kepada hamba-hamba Allah ta"ala sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam: "Barang siapa yang mampu memberikan kemanfaatan kepada saudaranya hendaklah ia lakukan." (HR. Muslim).


Berbuat baiklah terhadap mereka, karena sesungguhnya Allah ta"ala mencintai hamba yang berbuat baik.


Jadilah engkau orang yang senantiasa mempermudah urusan hamba Allah ta"ala serta berlemah-lembut terhadap mereka.


Rasulullah shallallahu "alaihi wa sallam bersabda: "Diharamkan masuk Neraka setiap orang yang pemudah, lemah lembut, dekat dengan manusia." (HR. Ahmad).


Maafkanlah mereka, mudah-mudahan Allah ta"ala mengampuni dosa-dosamu, sesungguhnya Allah ta"ala tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.


وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين, وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.




***


Oleh: Syaikh Abdul Qoyyim As-Suhaibani

Alih Bahasa: Ustadz Nur Kholis Kurdian, Lc.

RIBA DAN BUNGA BANK DALAM PANDANGAN ISLAM


I.   LATAR BELAKANG
Sejak dekade 1960-an, perbincangan mengenai larangan riba bunga bank semakin memanas saja. Setidaknya ada dua pendapat mendasar yang membahas masalah tentang riba. Pendapat pertama berasal dari mayoritas ulama yang mengadopsi dan intrepertasi para fuqaha tentang riba sebagaimana yang tertuang dalam fiqh. Pendapat lainnya mengatakan, bahwa larangan riba dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan adanya upaya eksploitasi, yang secara ekonomis menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat. Kontroversi bunga bank konvensional masih mewarnai wacana yang hidup di masyarakat. Dikarenakan bunga yang diberikan oleh bank konvensional merupakan sesuatu yang diharamkan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah jelas mengeluarkan fatwa tentang bunga bank pada tahun 2003 lalu. Namun, wacana ini masih saja membumi ditelinga kita, dikarenakan beragam argumentasi yang dikemukakan untuk menghalalkan bunga, bahwa bunga tidak sama dengan riba. Walaupun Al-Quran dan Hadits sudah sangat jelas bahwa bunga itu riba. Dan riba hukumnya adalah haram.
Untuk mendudukan kontroversi bunga bank dan riba secara tepat diperlukan pemahaman yang mendalam baik tentang seluk beluk bunga maupun dari akibat yang ditimbulkan oleh dibiarkannya berlaku sistim bunga dalam perekonomian dan dengan membaca tanda-tanda serta arah yang dimaksud dengan riba dalam Al Qur’an dan Hadist.
Oleh karena itu, penulis mencoba menjelaskan apakah sama antara riba dan bunga bank dalam pandangan fiqh muamalah dan ekonomi Islam. Oleh karena itu, untuk membuktikannya penulis mencoba meneliti dan memaparkannya dalam esai ini.
II.  PERUMUSAN MASALAH
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka beberapa pokok masalah yang dapat penulis rumuskan dan akan dibahas dalam karya tulis ilmiah ini adalah
1.      Bagaimana pengertian riba dan bunga bank?
2.      Apakah sama riba dan bunga bank dalam pandangan Fiqh Muamalah dan Ekonomi Islam?
3.      Bagaimana hukum riba dan bunga bank menurut pandangan Fiqh Muamalah dan Ekonomi Islam?
4.      Serta apakah dampak dari riba (bunga bank) terhadap kehidupan manusia?

III.  ANALISIS
A.  Pengertian Riba dan Bunga Bank
Menurut The American Heritage DICTIONARY of the English Language : Interest is “A charge for a financial loan, usually a precentage of the amount loaned“. (lihat H. Karnaen A. Perwataatmadja, S.E., MPA).1
Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.
Asal makna “riba” menurut bahasa Arab ialah lebih (bertambah). Adapun yang dimaksud disini menurut syara’ riba adalah akad yang terjai dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’ atau terlambat menerimanya.2
Istilah riba pertama kalinya di ketahui berdasarkan wahyu yang diturunkan pada masa awal risalah kenabian dimakkah kemungkinan besar pada tahun IV atau awal hijriah ini berdasarkan pada awal turunya ayat riba3. Para mufassir klasik berpendapat, bahwa makna riba disini adalah pemberian. Berdasarkan interpretasi ini, menurut Azhari (w. 370H/980 M) dan Ibnu Mansur (w. 711H/1331M) riba terdiri dari dua bentuk yaitu riba yang dilarang dan yang tidak dilarang4. Namun dalam kenyataannya istilah Riba hanya dipakai untuk memaknai pembebanan hutang atas nilai pokok yang dipinjamkan5.
Sedangkan dalam istilah al-Jurjani mendefinisikan riba dengan kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi6.
Ada beberapa pendapat diatas dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan dalam firmannya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil” (Q.S An-Nisa : 29). Dalam kaitannya dengan ayat tersebut diatas mengenai makna al-bathil, Ibnu Al-Arabi Al-Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al-Qur’an (lihat syafii Anotonio), menjelaskan : bahwa pengertian riba secara bahasa adalah tambahan (Ziyadah), namun yang dimaksud riba dalam ayat Al-Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah”7
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.
Merujuk dari penjelasan tentang pengertian riba dan bunga diatas, bahwa dapat disimpulkan bunga sama dengan riba.8 Mengapa demikian, dikarenakan secara riil operasional di perbankan konvensional, bunga yang dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada pihak atas pinjaman yang dilakukan jelas merupakan tambahan. Karena nasabah melakukan transaksi dengan pihak bank berupa pinjam meminjam berupa uang tunai. Didalam Islam yang namanya konsep pinjam meminjam dikenal dengan namanya Qardh (Qardhul Hasan) merupakan pinjaman kebajikan. Dimana Allah SWT, berfirman :
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”(Q. S Al-Baqarah : 245)
Pinjaman qardh tidak ada tambahan, jadi seberapa besar yang dipinjam maka dikembalikan sebesar itu juga. Namun, berbeda apabila akad atau transaksi tersebut mengandung jual beli, sewa maupun bagi hasil.
Jadi, Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam hal ini merupakan riba yang telah diharamkan oleh Allah SWT didalam Al-Qur’an dan Hadist sebagai berikut :
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” Q.S Al-Baqarah : 275 dan juga dalam Hadist Rasulullah bersabda : “Jabir berkata bahwa Rasulullah mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda,Mereka itu semuanya sama.” (H.R Muslim no. 2995 dalam kitab Al-Musaqqah)9

B. Hukum Riba dan Bunga Bank
Seluruh ‘ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja.
Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [QS Al Baqarah (2): 275]. 10
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al Baqarah (2): 279]. 11
Di dalam Sunnah, Nabiyullah Muhammad saw
دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
الرِبَا ثَلاثَةٌَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ
“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR Ibn Majah).
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)
Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu Qudamah mengatakan, “Riba diharamkan berdasarkan Kitab, Sunnah, dan Ijma’. Adapun Kitab, pengharamannya didasarkan pada firman Allah swt,”Wa harrama al-riba” (dan Allah swt telah mengharamkan riba) (Al-Baqarah:275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang membinasakan”. Para shahabat bertanya, “Apa itu, Ya Rasulullah?”. Rasulullah saw menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat zina”. Juga didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]…Dan umat Islam telah berkonsensus mengenai keharaman riba.”
Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab al-Muhadzdzab menyatakan; riba merupakan perkara yang diharamkan. Keharamannya didasarkan pada firman Allah swt, “Wa ahall al-Allahu al-bai` wa harrama al-riba” (Allah swt telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba)[Al-Baqarah:275], dan juga firmanNya, “al-ladziina ya`kuluuna al-riba laa yaquumuuna illa yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu al-syaithaan min al-mass” (orang yang memakan riba tidak bisa berdiri, kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan setan)”. [al-Baqarah:275]…..Ibnu Mas’ud meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”. [HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Imam al-Shan’aniy di dalam Kitab Subul al-Salaam mengatakan; seluruh umat telah bersepakat atas haramnya riba secara global.
Di dalam Kitab I’aanat al-Thaalibiin disebutkan; riba termasuk dosa besar, bahkan termasuk sebesar-besarnya dosa besar (min akbar al-kabaair). Pasalnya, Rasulullah saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya. Selain itu, Allah swt dan RasulNya telah memaklumkan perang terhadap pelaku riba. Di dalam Kitab al-Nihayah dituturkan bahwasanya dosa riba itu lebih besar dibandingkan dosa zina, mencuri, dan minum khamer. Imam Syarbiniy di dalam Kitab al-Iqna’ juga menyatakan hal yang sama Mohammad bin Ali bin Mohammad al-Syaukaniy menyatakan; kaum Muslim sepakat bahwa riba termasuk dosa besar.
Imam Nawawiy di dalam Syarh Shahih Muslim juga menyatakan bahwa kaum Muslim telah sepakat mengenai keharaman riba jahiliyyah secara global. Mohammad Ali al-Saayis di dalam Tafsiir Ayat Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas keharaman riba di dalam dua jenis ini (riba nasii’ah dan riba fadlal). Keharaman riba jenis pertama ditetapkan berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis kedua ditetapkan berdasarkan hadits shahih. Abu Ishaq di dalam Kitab al-Mubadda’ menyatakan; keharaman riba telah menjadi konsensus, berdasarkan al-Quran dan Sunnah. 12
ulama saat ini sesungguhnya telah ijma’ tentang keharaman bunga bank. Dalam puluhan kali konferensi, muktamar, simposium dan seminar, para ahli ekonomi Islam dunia, Chapra menemukan terwujudnya kesepakatan para ulama tentang bunga bank. Artiya tak satupun para pakar yang ahli ekonomi yang mengatakan bunga syubhat atau boleh. Ijma’nya ulama tentang hukum bunga bank dikemukaka Umer Chapra dalam buku The Future of Islamic Econmic,( 2000). Semua mereka mengecam dan mengharamkan bunga, baik konsumtif maupun produktif, baik kecil maupun besar, karena bunga telah menimbulkan dampak sangat buruk bagi perekonomian dunia dan berbagai negara. Krisis ekonomi dunia yang menyengsarakan banyak negara yang terjadi sejak tahun 1930 s/d 2000, adalah bukti paling nyata dari dampak sistem bunga.13






C.  Dampak Riba Dan Bunga Bank
1.      Bagi jiwa manusia
hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. Riba ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain 14
2.      Bagi masyarakat
Dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya kasih sayang dan cinta persaudaraan yang timbul akan tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat 15
3.      Bagi roda pergerakan ekonomi
Dampak sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian.
a)      Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1929, 1930, 1940an, 1950an, 1970an. 1980an, 1990an, 1997 dan sampai saat ini.
b)      di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
c)      Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya pengangguran.
d)     Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi.
e)      Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang kepada debt trap (jebakan hutang) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya. 16
IV.   KESIMPULAN
Sudah jelaslah bagiamana riba itu dilarang dengan tahapan tahapan yang sama dengan pengharaman arak. Dari uraian diatas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa:
1)      Riba dengan kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi sedangkan Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.
2)      Dalam pandangan Fiqh Muamalah dan Ekonomi Islam bahwa antara riba dan bunga bank adalah sama. Mengapa demikian, dikarenakan secara riil operasional di perbankan konvensional, bunga yang dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada pihak atas pinjaman yang dilakukan jelas merupakan tambahan. Karena nasabah melakukan transaksi dengan pihak bank berupa pinjam meminjam berupa uang tunai.
3)      Dalam pandangan Fiqh Muamalah dan Ekonomi Islam bahwa hukum antara riba dan bunga bank adalah haram. Karena hukum asal riba adalah haram baik itu dalam Al-Qur’an, Hadis, dan Ijtihad. Seluruh ummat Islam wajib untuk meninggalkannya, serta menjauhinya yakni dengan cara bertaqwa kepada Allah.
4)      Dampak akan bahayanya riba (bunga bank) terhadap kehidupan manusia; (1). Bagi jiwa manusia : hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. (2).Bagi masyarakat : Dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan. (3). Bagi roda pergerakan ekonomi : Dari segi ekonomi, hal ini akan menyebabkan manusia dalam dua golongan besar yaitu orang miskin sebagai pihak yang tertindas dan orang kaya sebagai pihak yang menindas.
DAFTAR PUSTAKA

1.      Abdullah saeed, Bank Islam Dan Bunga, terj Cet 1. Pustaka pelajar. Jakarta 2003
2.      Departemen Agama RI..  Al Qur’an dan Terjemahnya. Bandung. CV. Diponegoro. 2003
3.      KH. Didin Hafidhuddin, Tafsir al-Hijri, det 1. Yayasan Kalimah Thayyibah. Jakarta 2000.
4.      Drs. H. Kahar Masyhur. Beberapa Pendapat Menegenai Riba. Cet 3, Kalam Mulia Jakarta 1999
5.      Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhudi, Masail Fiqhiyah. Cet 10, PT gunung agung. Jakarta, 1970
6.      Mudjab mahali. Asbabun Nuzul; Studi Pendalaman al-Qur’an Surat al-Baqarah-An Naas. Cet 1, Raja grafindo. Jakarta, 2002
7.      Muhammad Ali Ash-ashabuni, Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, terj. Cet ke-4, PT. Bina ilmu. Surabaya,  2003
8.      Sulaiman Rasjid,  Fiqh Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2002.
9.      http//anakcirenai.blogspot.com/2008/05/makalah-fiqih-tentang-riba-dan-perbankan.html
10.  http//kasei_unri.org/index.php?option=com_conten&task=category&sectiobid=&id=19&itemid=34
  1. http//hndwibowo.blogspot.com/2008/06/bunga-bank-konvensional-adalah-riba.html



1 hndwibowo.blogspot.com/2008/06/bunga-bank-konvensional-adalah-riba.html
2 Sulaiman Rasjid, , Fiqh Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung , 2002, Hal 290.
3 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, CV. Diponegoro, Bandung , 2003, hal.326
4 Maksud tidak dilarang disini adalah pemberian yang mengharapkan sesuatu yang lebih baik pada waktu mendatang (akherat)
5 Abdullah saeed, Op.Cit, Hal 27. Lihat juga pada, Imaduddin Abil Fida Bin Katsir. Tafisr Qurani L Adhiim, hal 138
6 Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhudi, Op.Cit. hal 102
7 hndwibowo.blogspot.com/2008/06/bunga-bank-konvensional-adalah-riba.html
8 hndwibowo.blogspot.com/2008/06/bunga-bank-konvensional-adalah-riba.html
9 hndwibowo.blogspot.com/2008/06/bunga-bank-konvensional-adalah-riba.html
10 Departemen Agama RI,Al Qur’an dan Terjemahnya, CV. Diponegoro, Bandung , 2003, hal. 36
11 Ibid hal. 37



12 http//anakcirenai.blogspot.com/2008/05/makalah-fiqih-tentang-riba-dan-perbankan.html
13 http//kasei_unri.org/index.php?option=com_conten&task=category&sectiobid=&id=19&itemid=34
14 KH. Didin Hafidhuddin, Tafsir al-Hijri, Cet 1. Yayasan Kalimah Thayyibah. Jakarta. hal 331
15 Ibid, hal 332
16 kasei_unri.org/index.php?option=com_conten&task=category&sectiobid=&id=19&itemid=34


MUHAMAD MUJAHIDIN