“Orang cerdas adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dan
beramal (berbuat) untuk masa sesudah mati, sedang orang yang lemah ialah
mereka yang mengikuti nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.”
(Riwayat Imam Ahmad).
Hadits di atas oleh sebagian ahli di-dhaifkan, tapi Tirmidzi
menghasankan, bahkan Al-Hakim menshahihkannya. Sanad Hadits di atas
mengundang perdebatan karena adanya perawi yang bernama Abu Bakar bin
Abu Maryam yang oleh sebagian ahli Hadits dikelompokkan sebagai orang
yang lalai. Akan tetapi matan (isi) kandungan Hadits tersebut sangat
baik, sejalan dengan ajaran Islam secara keseluruhan dan tidak ada yang
menyangsikan.
Menurut Hadits ini, kecerdasan seseorang dapat diukur dari
kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsunya (cerdas emosi) dan
mengorientasikan semua amalnya pada kehidupan setelah mati (cerdas
spiritual). Mereka yakin bahwa ada kehidupan setelah kematian, mereka
juga percaya bahwa setiap amalan di dunia sekecil apapun akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Shubhanahu wata’ala (SWT).
Keyakinan tentang keabadian, menjadikannya lebih berhati-hati dalam
menapaki kehidupan di dunia ini, sebab mereka percaya bahwa kehidupan
itu tidak sekali di dunia ini saja, tapi ada kehidupan yang lebih
hakiki. Dunia adalah tempat menanam, sedang akhirat adalah tempat
memanen. Siapa yang menanam padi akan menuai padi. Siapa yang menanam
angin akan menuai badai.
Tak hanya bersikap hati-hati, orang yang cerdas spiritualnya lebih
bersemangat, lebih percaya diri, dan lebih optimis. Mereka tidak pernah
ragu-ragu berbuat baik. Sebab jika kebaikannya tidak bisa dinikmati saat
di dunia, mereka masih bisa berharap mendapatkan bagiannya di akhirat
nanti. Jika tidak bisa dinikmati sekarang, amal kebaikan itu akan
berubah menjadi tabungan atau deposito secara otomatis, yang kelak akan
dicairkan justru pada saat mereka sangat membutuhkan.
Ketika menanam pohon, misalnya, mereka sangat antusias. Mereka yakin
jika pohon tersebut nantinya berbuah, tidak ada yang sia-sia sekalipun
buahnya dimakan burung atau dicuri maling. Sekalipun ia tidak menikmati
buah itu di dunia ini, ganjarannya akan dipetik di akhirat nanti.
Orang-orang ini, ketika melihat ketidakadilan di dunia tidak segera
putus asa. Sekalipun para koruptor bebas berkeliaran, sedang orang-orang
shalih justru dipenjarakan, mereka tetap memandang dunia dengan
pandangan positif. Mereka tetap berjuang menegakkan keadilan, sekalipun
keadilan yang hakiki baru dirasakan kelak di akhirat. Di depan Mahkamah
Ilahi tidak ada barang bukti yang hilang atau sengaja dihilangkan. Mulut
di kunci, dan semua anggota tubuh bersaksi.
Ciri orang yang cerdas sebenarnya telah tampak jelas dalam derap
langkahnya, ketika mereka membuat rencana, saat mengeksekusi rencananya,
dan pada waktu melakukan evaluasi. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari,
saat sendirian atau dalam interaksi sosialnya nampak wajahnya yang
senantiasa bercahaya, memancarkan energi positif, menjadi magnit-power,
penuh motivasi, menjadi sumber inspirasi, dan berpikir serta bertindak
positif.
Orang yang cerdas emosi dan spiritual enak diajak bergaul, karena
mereka telah terbebas dari su’uzhan (buruk sangka), hasad (iri atau
dengki), dan takabbur (menyombongkan diri). Orang-orang inilah yang
memiliki potensi untuk meraih sukses di dunia, sekalagus sukses
menikmati kehidupan surgawi di akhirat nanti.
Semoga Allah SWT mengaruniakan kepada kita gabungan tiga kecerdasan
sekaigus, yaitu kecerdasan intektual, kecerdasaan spiritual, dan
kecerdasan emosional, sekalgus. Selamat berjuang.
SUARA HIDAYATULLAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar