Jumat, 13 Januari 2012

PERENCANAAN KEUANGAN SESUAI SYARIAH

Financial planning is broadly defined as a process of determining an individual’s financial goals, financial priorities, and after considering his resources, risk profile and current lifestyle, to detail a balanced and realistic plan to meet those goals. The individual’s goals are used as guideposts to map a course of action on ‘what needs to be done’ to reach those goals.
Artinya, perencanaan keuangan selain proses penentuan tujuan keuangan dan prioritas keuangan, juga mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki, profil risiko dan gaya hidup saat ini. Agar rencana dibuat secara realistis dan seimbang untuk mencapai sasaran tersebut (gol). Rencana inilah yang digunakan sebagai panduan dan memetakan suatu tindakan, “Bagaimana dan apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.”
Contoh-contoh kecil dari kegiatan financial planning adalah mengatur dan mengendalikan pengeluaran bulanan, merencanakan persiapan pendidikan anak, persiapan untuk pergi haji, persiapan pensiun, melindungi keuangan keluarga dengan asuransi, memilih alternatif investasi yang baik untuk mengembangkan kekayaan.
Jadi perencanaan keuangan bukan saja mengurusi masalah Sang Ayah dan Ibu yang dipusingkan dengan tagihan cicilan kredit dan berbagai fasilitas hidup yang terasa menjerat keuangan keluarganya, sehingga penghasilan yang didapatkan tiap bulannya seolah tak menunjukkan “penampakan” pada kemakmuran keluarga, padahal tiap tahunnya penghasilan tersebut selalu mengalami kenaikan. Ada saja kebutuhan keuangan keluarga yang tidak diduga muncul dan harus segera dicarikan jalan keluarnya. Setiap selesai utang yang satu datang lagi utang lainnya, atau setelah selesai tertutupi keuangan suatu kebutuhan, muncul kebutuhan baru. Tak heran bila akhirnya persiapan sekolah anak pun tak sempat terpikirkan dengan matang, akhirnya anakpun terpaksa mendapatkan pendidikan seadanya.
Perhatian Islam Terhadap Perencanaan Keuangan
Nah, bagaimana dengan Islam sendiri? Apakah ada tuntunan Al Qur’an dan Al Hadits yang membimbing manusia untuk mengatur keuangannya. Tentu saja ada. Bahkan berdasarkan hukum syariat, agar upaya kita dinilai ibadah (nyunah atau mengikuti petunjuk Allah Ta’ala dan RasulNYA), harus mengikuti nash-nash yang telah ada. Bagi seorang mulim mengikuti petunjuk Allah Ta’ala dan RasulNYA bukan hanya sebagai panduan hidup, namun meyakini bernilai pahala. Dibandingkan hanya mengikuti petunjuk tanpa dasar yang jelas, walaupun tingkat keberhasilannya sama.
Islam tidak membenci harta, namun mewaspadai keburukan perilaku manusi terhadap harta, seperti firman Allah Ta’ala dalam surat Al Isra ayat 26-27, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithan dan syaithan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” Diperkuat dengan surat Al Furqon ayat 67,”Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
Penegasan ini mensiratkan bahwa seorang muslim harus pandai mengelola uang (harta) atau cerdas finansial. Dengan demikian secara tegas dapat dikatakan Islam sebagai penggerak perencanaan keuangan. Mengapa? Al Qur’an diturunkan 14 abad yang lalu, dan sudah menegaskan pentingnya merencanakan keuangan agar bisa membelanjakan ditengah-tengah antara keduanya (tidak berlebihan/ boros dan kikir).
Mengapa Islam memberikan perhatian utama pada harta (ekonomi)? Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits hasan dan sahih yang bersumber dari Ka’ab ibnul ‘Iyadh r.a, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda; “Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah. Dan fitnah umatku adalah harta.”  Hal ini tentunya sejalan dengan firman Allah dalam Al Qur’an Firman Allah Ta’ala dalam surat ke-8 (Al Anfal) ayat 28 dan At Taghaabun ayat 15. Surat Al Baqarah ayat 155 lebih menegaskan lagi, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Al Qur’an telah memberikan peringatan yang tegas tentang harta, dan Rasulullah memberikan kiat praktisnya dalam hadits-hadits shahih, seperti Sahih Muslim No2984, riwayat Abu Dawud dan Nasa’i dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Hakim.
Jika dibagi rata setiap pendapatan kita pada pos-posnya, Insya Allah hak dan kewajiban semua pihak akan tertunaikan. Artinya, pendapatan yang dihasilkan tidak sepenuhnya untuk dikonsumsi, namun harus diproduktifkan sebagai modal kerja dan untuk kepentingan ibadah serta kebutuhan sosial lainnya. Hadist-hadits ini menunjukan bahwa pendapatan yang dimiliki tidak hanya untuk dikonsumsi saja, untuk itulah diperlukan pemahaman yang baik tentang perencanaan keuangan, agar pemanfaatannya optimal dan mendapat keberkahan serta bertambah.
Apakah setiap pendapatan harus terdistribusi pada 3 pos secara merata? Bagaimana jika penghasilan tidak ideal jika dibagikan secara merata 3 sepertiga. “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:” Yang lebih dari keperluan (cukup). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS. al-Baqarah (2) : 219)
Berkenaan dengan tafsir ayat 219 ini, ibnu katsir menyatakan; telah di riwayatkan bahwa Mu ‘adz bin Jabal dan Tsa’ labah r.a. mempunyai banyak budak dan keluarganya yang kesemuanya itu merupakan harta kami maka bagaimana untuk mendermakan harta itu? Maka Allah menurunkan jawabanya: ”Katakanlah yang lebih dari keperluan”. Al’Afwa dalam ayat ini berarti Al Fadhla yakni kelebihan (sisa dari yang diperlukan). Al Afwa juga bisa berarti Al yasir yakni yang ringan dan tidak memberatkan.
Nafkah yang dimaksudkan adalah yang disedekahkan. Jika melihat keterangan tersebut jelas kecukupan menjadi standar awal. Darimana mengukurnya? Standar biaya konsumsi (makanan pokok) dan modal kerja atau setara 2/3 nya, karena hanya 1/3 bagian saja yang disedekahkan. Artinya, pembagian pendapatan bisa 2 versi;
1. Berdasarkan distribusi pendapatan ( dibagi dalam 3 pos besar), misalnya pendapatan 2,5 juta, maka masing-masing dibagi untuk konsumsi, modal kerja, dan sedekah (nafkah diluar tanggungan/ keluarga inti; istri dan anak)
2. Berdasarkan kebutuhan (standar gaya hidup), misalnya Anda menetapkan standar biaya hidup 1,75 juta (modal kerja dan konsumsi), maka pendapatan idealnya 1,75 juta dibagi 2/3 (setara 70%) atau sama dengan 2,5 juta. Ketika pendapatan lebih dari 1,75 juta kewajiban  berikutnya adalah bersedekah.
Intinya, seharusnya pendapatan berbanding lurus dengan kesalehan sosial (sedekah), jadi semakin tinggi (naik) pendapatan seseorang idealnya semakin besar juga tanggung jawab sosial yang diambilnya (disedekahi), tidak habis begitusaja dikonsumsi untuk pribadinya atau keluarga intinya. Inilah makna tidak boros dan menunaikan hak-hak keluarga dekat, orang miskin, ibnu sabil, dsb.
Life Style Financial (LSF) Check Up! Dengan Metode 3 Sepertiga
Dari ‘Amr bin ‘Auf bin Zaid al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun“ HR Ibnu Majah (no. 209)
Dengan semangat mengamalkan hadits tersebut, Perencanaan Keuangannya Lebih Nyunah (sesuai syariat Al Qur’an & Hadits). Diharapkan mampu menjadi jawaban bagi permasalahan keuangan pribadi juga sekaligus bagian dari ladang amal, sesuai anjuran yang difirman Allah Ta`ala dalam QS Al Furqan ayat 67, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang demikian.”
Dalam metode “Merencanakan Keuangan ala Islam” dengan cara Life Style Financial (LSF) Check Up! Pendapatan dikelola dengan metode 3 (tiga) sepertiga, sesuai sunnah. Tentunya selain membantu mengatur keuangan juga berpahala karena mengamalkannya.
Life Style Financial (LSF) Check Up! adalah metode perencanaan keuangan syariah yang lebih nyunah (sesuai syariat Al Qur’an & Hadits). LSF Check Up! juga dikenal dengan metode 3 (tiga) sepertiga. Metode tersebut mengambil rujukan dari Kitab Sahih Imam Muslim; Zuhud & Kelembutan Hati, Bab Sedekah terhadap orang-orang miskin, yang juga dikutip dalam kitab Riyadushalihin Bab 60 tentang Zuhud dan Kedermawanan oleh Imam Nawawi.
Isi hadits tersebut. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Pada suatu ketika ada seorang lelaki berjalan di suatu tanah lapang - yang tidak berair, lalu ia mendengar suatu suara dalam awan: “Siramlah kebun si Fulan itu!” Kemudian menyingkirlah awan itu menuju ke tempat yang ditunjukkan, lalu menghabiskan airnya di atas tanah lapang berbatu hitam itu. Tiba-tiba sesuatu aliran air dari sekian banyak aliran airnya itu mengambil air hujan itu seluruhnya, kemudian orang tadi mengikuti aliran air tersebut. Sekonyong-konyong tampaklah olehnya seorang lelaki yang berdiri di kebunnya mengalirkan air itu dengan alat keruknya. Orang itu bertanya kepada pemilik kebun: “Hai hamba Allah, siapakah nama anda?” Ia menjawab: “Namaku Fulan,” dan nama ini cocok dengan nama yang didengar olehnya di awan tadi. Pemilik kebun bertanya: “Mengapa anda tanya nama saya?” Orang itu menjawab: “Sesung-guhnya saya tadi mendengar suatu suara di awan yang inilah air yang turun daripadanya. Suara itu berkata: “Siramlah kebun si Fulan itu! Nama itu sesuai benar dengan nama anda. Sebenarnya apakah yang anda lakukan?” Pemilik kebun menjawab: “Adapun anda menanyakan semacam ini, karena sesungguhnya saya selalu melihat - memperhatikan benar-benar - jumlah hasil yang keluar dari kebun ini. Kemudian saya (1) bersedekah dengan sepertiganya, saya (2) makan bersama keluarga saya yang sepertiganya dan saya (3) kembalikan pada kebun ini yang sepertiganya pula - untuk bibit-bibitnya.”
Memerhatikan hadits tersebut, kita dapat menarik benang merah, bahwa pendapatan bagi seorang Muslim akan menjadi 3 kebaikan apabila didistribusikan:
(1) 1/3 untuk disedekahkan. Termasuk di dalamnya membayar zakat, membebaskan utang-piutang, memberikan bingkisan atau hadiah, haji-umrh, emnyimpan untuk dana darurat, sedekah untuk pendidikan anak, sedekah untuk dana pensiun, dll.
(2) 1/3 untuk dimakan (konsumsi sehari-hari). Pos ini hanya untuk keperluan konsumsi saja, seperti makan minum, pakaian, liburan, dll. Pakaian jika dalam bentuk hadiah termasuk sedekah, jika untuk keperluan sehari-hari bisa menggunakan pos budgeting bulanan (tinggal diatur teknisnya), jika untuk sekalian kerja maka dari modal kerja.
(3) 1/3 untuk modal kerja (dikembalikan untuk mendapat penghasilan kembali).
Dalam bersedekah pun (charity), agar optimal dan menjalankannya sesuai sunah, Nabi Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bersedekahlah kamu! Seorang laki-laki bertanya : Saya punya satu dinar. Nabi bersabda: Sedeqahkanlah itu untuk dirimu sendiri. Laki-laki itu berkata: Saya punya satu dinar lagi, Nabi bersabda: Sedeqahkanlah untuk istrimu. Padaku masih ada satu dinar lagi: Nabi bersabda: Sedeqahkanlah untuk anak-anakmu. Padaku masih ada satu dinar lagi: Nabi bersabda: Sedeqahkanlah untuk pembantumu. Padaku masih ada satu dinar lagi, Nabi bersabda: Kamu mengetahui dengannya ” [HR Abu Dawud, Nasa'i dan Imam Hakim menshahihkannya. Lihat: Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq bab Shadaqah Tathawu']
Perencanaan Keuangan Bagian dari Manajemen
Manajemen dapat diartikan pula mengolah sumberdaya yang ada (potensi) dengan proses perencanaan - pengorganisasian - pengaktualisasian - pengevaluasian (P-O-A-C) atau lebih sederhana dengan perencanaan - pelaksanaan - pengevaluasia (Plan-Do-Check) untuk mencapai tujuan yang diharapkan
Perencanaan Keuangan adalah istilah umum untuk Manajemen Keuangan Pribadi & Keluarga (Personal & Family Financial Planning). Perencanaan sudah dianggap mewakili sebuah proses manajemen, karena langkah awal ini akan memicu proses berikutnya sehingga terbentuk sebuah siklus manajemen. Perencanaan akan melakukan adaptasi sesuai hasil pengevaluasian yang dilakukan. Ada pepatah bijak yang menyatakan bahwa ketika kita gagal dalam merencanakan berarti merencanakan kegagalan atau dengan kata lain ketika kita tidak merencanakan apapun untuk apa yang akan dilakukan, berarti telah merencanakan kegagalan.
Merencanakan keuangan (harta), menjadi sangat penting sebagai aspek utama dalam kehidupan ini, Imam Fakhruddin ar-Razy rahimahullah berkata, “Harta (al-maalu) disebut harta (maal) karena setiap orang banyak condong dan cenderung kepadanya. Cenderung dalam baha arabnya adalah mailun, berasal kata: Maala, Yamiilu, maa’ilun, dan maalun. Karena itulah secara tabiat harta disukai manusia. Penyebabnya adalah kesempurnaan, harta merupakan sebab menggapai penyempurnaan kemampuan hak manusia. Banyak harta akan mendatangkan kekuatan dan kesempurnaan kemampuan manusia. Bertambahnya harta mengakibatkan bertambahnya akan semakin bertambahnya kemampuan seorang manusia.”
Untuk itulah, tata kelola harta ini menjadi perhatian terbesar manusia, bukan saja mengatasi kesempitan, namun juga dapat mendapatkan apa yang diharapkan dari harta tersebut, terlebih sebagai seorang muslim diharapkan menjadi sebuah amal kebaikan dengan mengikuti tuntunan Al Qur’an & Hadits sebagai rujukan utama. Semoga kita dapat mengaplikasikannya. Wallahua'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar