Senin, 16 Januari 2012

WASPADA !!! TERHADAP EKONOMI KAPITALIS

SYARIAH - EKONOMI, BISNIS DAN KEUANGAN SYARIAH
La Dharara Wa La Dhirara: Agar Harimau Tidak Menerkam Kita Dari Belakang...Alkisah ada dua orang laki-laki berjalan di tengah hutan, orang yang pertama bertanya kepada yang kedua : “seandainya tiba-tiba ada harimau datang mau menerkam kita, apa yang akan engkau lakukan?”. Yang kedua menjawab: “Saya akan berlari kencang mengalahkanmu!”.  Orang yang pertama heran dengan jawaban yang mengagetkan tersebut, bertanya lagi: “Mengapa engkau hanya akan berlari mengalahkanku ?.” “Iya, karena bila aku dapat berlari mengalahkanmu, hari mau akan cukup puas dengan menerkammu dan tidak perlu lagi mengejarku !”. Yang kedua menjawab:
Kemudian orang kedua ganti bertanya: “Lha kamu sendiri apa yang akan kamu lakukan?”. Yang pertama menjawab: “Saya akan mengajakmu bersama-sama menghadapi hari mau tersebut. Karena harimau hanya akan menerkam dari belakang, strategi kita adalah kita padukan punggung-punggung kita – sehingga dari manapun dia datang – dia akan menghadapi salah satu wajah kita, dia tidak akan berani menerkam kita…”.
Tahukah Anda siapa orang pertama dan siapa orang kedua tersebut?. Yang pertama adalah ekonomi syariah sedangkan yang kedua adalah ekonomi kapitalis. Dalam pinsip dasar ekonomi syariah ada kaidah la dharara wa la dhirara yang artinya kurang lebih "tidak membahayakan diri sendiri dan tidak pula membahayakan orang lain". Dalam ekonomi kapitalis mereka berprinsip pada survival of the fittest – yang dikembangkan dari teori Darwin yang kontroversial itu – tidak mengapa orang lain dalam bahaya asal dirinya sendiri selamat !.
Dengan prinsip survival of the fittest inilah bisnis retail kebutuhan sehari-hari kita di dominasi oleh dua nama saja – bahkan sampai ke pelosok-pelosok negeri. Dengan prinsip yang sama jutaan petani tebu dan pekerja gula kita akan kehilangan lapangan pekerjaannya karena produk mereka tidak akan mampu bersaing dengan serbuan produk dari luar. Sektor-sektor ekonomi lainnya kurang lebih juga menghadapi ancaman yang sama.
Lantas bagaimana para ekonom, pemikir  dan pelaku ekonomi syariah harusnya bertindak menyikapi serbuan kekuatan kapitalisme global yang siap menerkam pasar di negeri yang berpenduduk sekitar 240 juta jiwa dan mayoritasnya Muslim ini?. Ya seperti strategi yang disampaikan oleh orang pertama tersebut diatas.
Kita harus dapat melihat ancaman kapitalisme global ini sebagai ancaman bersama, kita harus dapat menyatukan punggung-punggung kita sehingga wajah-wajah kita dapat melihat ke seluruh penjuru. Darimanapun datangnya ancaman itu, kita harus dapat melihatnya sebelum ancaman itu bener-bener menerkam kita. Karena kita dapat melihat ke segala penjuru pula, maka kita akan selalu dalam kondisi siaga dan selalu dapat bertindak antisipatif.
Bagaimana konkritnya? Pembelajaran dan perjuangan ekonomi yang berbasis syariah tidak cukup pada bidang-bidang seperti perbankan, asuransi, pasar modal dan sejenisnya, tetapi ke seluruh aspek kehidupan. Ingat bahwa kapitalisme mencaplok eknomi negeri ini tidak hanya melalui perbankan, asuransi dan pasar modal. Mereka mencaplok dan mengkunyah-kunyah ekonomi negeri ini melalui industri retail, telekomunikasi, media, teknologi, energi, produk pangan, produk pertanian dan pendek kata hampir keseluruhan produk barang dan jasa yang kita perlukan sehari-hari.
Lantas dari mana kita memulainya ?, yang paling mudah dan bisa dilakukan oleh siapapun adalah ya dari tempat kita berdiri masing-masing sekarang. Bila kita adalah konsumen, mulailah berpihak pada produk-produk dari saudara-saudara kita. Bila Anda pelaku bisnis di industri tertentu, perhatikan industri Anda – insyaallah Anda akan dapat melihat mana-mana yang bersikap seperti orang yang pertama dalam contoh tersebut diatas dan mana-mana yang bertindak seperti orang kedua – dengan demikian Anda akan dapat membedakan mana yang lebih dekat ke yang syar’i dan mana yang lebih dekat ke yang kapitalis. Setelah Anda mampu membedakannya, Anda akan tahu kepada yang mana Anda akan berpihak.
Maka kalau ada istilah yang sudah popular namun kurang bermakna “ ini dadaku, mana dadamu…”, kini istilah tersebut ingin kita ganti yang lebih bermakna dan berdampak “ini punggungku, mana punggungmu…”. Agar kita bisa saling menutupi kekurangan yang satu dengan kelebihan yang lain, agar ‘harimau’ kapitalisme tidak menerkam kita dari belakang…
 
Oleh Muhaimin Iqbal
hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar