1. Mengenal Syariah : Bagian dari Identitas Ke-Islaman Seseorang
Seorang muslim dengan seorang non muslim tidak dibedakan berdasarkan KTP-nya. Juga bukan berdasarkan ras, darah, golongan, bahasa, kebangsaan atau keturunan tertentu.Tetapi berdasarkan apa yang diketahuinya tentang ajaran Islam serta diyakini kebenarannya.
Tidak mungkin seorang bisa dikatakan muslim manakala dia tidak mengenal Allah SWT. Dan tidak-lah seseorang mengenal Allah SWT, manakala dia tidak mengenal ajaran-Nya serta syariat yang telah diturunkan-Nya. Sehingga mengetahui ilmu-ilmu syariat merupakan bagian tak terpisahkan dari status keislaman seseorang. Maka sudah seharusnya seorang muslim menguasai ilmu syariah, karena syariat itu merupakan penjabaran serta uraian dari perintah Allah SWT kepada hamba-Nya
2. Allah SWT Mewajibkan Setiap Muslim Belajar Syariah
Mempejari Islam adalah kewajiban pertama setiap muslim yang sudah aqil baligh. Ilmu-ilmu ke-Islaman yang utama adalah bagaimana mengetahui MAU-nya Allah SWT terhadap diri kita. Dan itu adalah ilmu syariah. Allah SWT berfirman :
...Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (ulama) jika kamu tidak mengetahui (QS. An-Nahl : 43)
Paling tidak, setiap muslim wajib melakukan thaharah, shalat, puasa, zakat dan bentuk ibadah ritual lainnya. Dan agar ibadah ritual itu bisa syah dan diterima oleh Allah SWT, tidak boleh dilakukan dengan pendekatan improvisasi atau sekedar menduga-duga semata. Harus ada dasar dan dalil yang jelas dan kuat. Karena ibadah ritual itu tidak boleh dilakukan kecuali sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dan penjelasan secara rinci dan detail tentang bagaimana format dan bentuk ibadah yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh beliau hanya ada dalam syariat Islam.
3. Syariah Adalah Kunci Memahami Al-Quran & As-Sunnah
Sumber utama ajaran Islam adalah Al-Quran yang terdiri dari 6.600-an ayat dan Al-Hadits yang berjumlah ratusan ribu hadits. Namun bagaimana mengambil kesimpulan hukum atas suatu masalah dengan menggunakan dalil-dalil yang sedemikian banyak, harus ada sebuah metodologi yang ilmiyah
Ilmu syariah telah berhasil menjelaskan dengan pasti dan tepat tiap potong ayat dan hadits yang bertebaran. Dengan menguasai ilmu syariah, maka Al-Quran dan As-Sunnah bisa dipahami dengan benar sebagaimana Rasulullah SAW mengajarkannya.
Sebaliknya, tanpa penguasaan ilmu syariah, Al-Quran dan Sunnah bisa diselewengkan dan dimanfaatkan dengan cara yang tidak benar. Ilmu Syariah adalah kunci untuk memahami Al-Quran dan As-Sunnah dengan metode yang benar, ilmiyah dan shahih.
Di dalam Al-Quran disebutkan bahwa pencuri harus dipotong tangannya, pezina harus dirajam, pembunh harus diqishash dan seterusnya. Memang demikian zahir nash ayat Al-Quran. Namun benarkah semua pencuri harus dipotong tangan ? Apakah semua orang yang berzina harus dirajam ? Apakah semua orang yang membunuh harus dibunuh juga ?
Di dalam Syariah Islam akan dijelaskan pencuri yang bagaimanakah yang harus dipotong tangannya. Tidak semua orang yang mencuri harus dipotong tangan. Ada sekian banyak persyaratan yang harus terpenuhi agar seorang pencuri bisa dipotong tangan. Misalnya barang yang dicuri harus berada dalam penjagaan, nilainya sudah memenuhi batas minimal, bukan milik umum dan lainnya. Bahkan kriteria seorang pencuri tidak sama dengan pencopet, jambret, penipu atau koruptor.
Demikian juga dengan pezina, tidak semua yang berzina harus dihukum rajam. Selain hanya yang sudah pernah menikah, harus ada empat orang saksi lakil-laki, akil, baligh, dan menyaksikan secara bersama di waktu dan tempat yang sama melihat peristiwa masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan. Tanpa hal itu, hukum rajam tidak boleh dilakukan. Kecuali bila pezina itu sendiri yang menyatakan ikrar dan pengakuan atas zina yang dilakukannya. Dan yang paling penting, hukum rajam haram dilakukan kecuali oleh sebuah institusi hukum formal yang diakui dalam sebuah negara yang berdaulat.
Dan hal yang sama juga berlaku pada hukum qishash dan hukum-hukum hudud lainnya. Sebuha tindakan hukum yang hanya berlandaskan kepada satu dua dalil tapi tanpa kelengkapan ilmu syariah justru bertentangan dengan hukum Islam sendiri.
4. Ilmu Syariah Adalah Porsi Terbesar Ajaran Islam
Dibandingkan dengan masalah aqidah, ahlaq atau pun bidang lainnya, masalah syariah dan fiqih menempati porsi terbesar dalam khazanah ilmu-ilmu ke-Islaman. Bahkan yang disebut dengan `ulama` itu lebih identik sebagai orang yang ahli di syariah ketimbang ahli di bidang lainnya.
Sehingga sebagai ilmu yang merupakan porsi terbesar dalam ajaran Islam, ilmu syariah ini menjadi penting untuk dikuasai. Seorang muslim itu masih wajar bila tidak menguasai ilmu tafsir, hadits, bahasa Arab, Ushul Fqih, Kaidah Ushul dan lainnya. Tetapi khusus dalam ilmu syarriah khususnya fiqih, nyaris mustahil bila tidak dikuasai, meski dalam porsi yang seadanya. Sebab tidak mungkin kita bisa beribadah dengan benar tanpa menguasai ilmu fiqih ibadah itu sendiri.
Memang tidak semua detail ilmu syariah wajib dikuasai, namun untuk bagian yang paling dasar seperti masalah thaharah, shalat, nikah dan lainnya, mengetahui hukum-hukumnya adalah hal yang mutlak.
5. Tinginya Kedudukan Orang Yang Menguasai Syariah
Allah SWT telah meninggikan derajat orang yang memiliki ilmu syariah dengan firman-Nya :
...Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Maidah : 11)
Sehingga tampuk kepemimpinan skala mikro dan makro menjadi hak para ahli ilmu syariah. Seorang imam shalat diutamakan orang yang lebih mendalam pemahamannya. (afqahuhum). Bukan yang lebih tua, sudah menikah, lebih senior dalam struktur pergerakan, lebih tenar atau lebih punya kepemiminan. Namun imam shalat hendaklah orang yang lebih faqih dalam masalah agama. Demikian juga hal yang terkait dengan kepemimpinan umat, yang lebih layak diangkat adalah mereka yang lebih punya kepahaman terhadap syarait. Sejak masa shahabat dan14 abad perjalanan umat, yang menjadi pemimpin umat ini adalah orang-orang yang paham dan mengerti syariah. Paling tidak, para khalifah dalam sejarah Islam selalu didampingi oleh ulama dan ahli syariah
6. Tidak Paham Syariah Adalah Akar Perpecahan
Para ulama syariah terbiasa berbeda pendapat, karena berbeda hasil ijtihad sudah menjadi keniscayaan. Namun mereka sangat menghormati perbedaan diantara mereka. Sehingga tidak saling mencaci, menjelekkan atau menafikan.
Sebaliknya, semakin awam seseorang terhadap ilmu syariah, biasanya akan semakin tidak punya mental untuk berbeda pendapat. Sedikit perbedaan di kalangan mereka sudah memungkinkan untuk terjadinya perpecahan, pertikaian, bahkan saling menjelekkan satu sama lain.
Hal itu terjadi karena seseorang hanya berpegangan kepada dalil yang sedikit dan parsial. Tetapi merasa sudah pandai dan paling benar sendiri. Padahal dalil yang diyakininya paling benar itu masih harus berhadapan dengan banyak dalil lainnya yang tidak kalah kuatnya. Jadi bagaimana mungkin dia merasa paling benar sendiri ?
Paling tidak, dengan mempelajari ilmu syariah, kita jadi tahu bahwa pendapat yang kita pegang ini bukanlah satu-satunya pendapat. Di luar sana, masih ada pendapat lainnya yang tidak kalah kuatnya dan sama-sama bersumber dari kitab dan sunnah juga. Maka kita jadi memahami perbandingan mazhab di kalangan para fuqaha, sebab mereka memang punya kapasitas untuk melakukan istimbath hukum dengan masing-masing menhaj / metodologinya
7. Keberadaan Ahli Syariah Sangat Menentukan Eksistensi Umat Islam
Agama Islam telah dijamin tidak akan hilang dari muka bumi sampai kiamat, namun tidak ada jaminan bila umatnya mengalami kemunduran dan kejatuhan. Sejarah membuktikan bahwa mundurnya umat Islam terjadi manakala para ulama telah wafat dan tidak ada lagi ahli syariah di tengah umat.
Sebaliknya, bila Allah SWT menghendaki kebaikan pada umat Islam, niscaya akan dimulai dari lahirnya para ulama dan kembali manusia kepada syariat-Nya.
8. Tipu Daya Orientalis dan Sekuleris Sangat Efektif Bila Lemah di Bidang Syariah
Racun pemikiran Orientalis dan Sekuleris tidak akan mempan bila tubuh umat diimunisasi dengan pemahaman syariah
Bila tingkat pemahaman umat terhadap syariah lemah, maka dengan mudah pemikiran orientalis akan merasuk dan menjangkiti fikrah umat. Sebaliknya, bila umat ini punya tingkat pemahaman yang mendalam terdapat ilmu syariah, semua tipu daya itu akan menjadi mentah.
Pemahaman syariat Islam akan menjadi filter atas kerusakan fikrah umat. Sebaliknya, semakin awam dari syariat, umat ini akan semakin menjadi bulan-bulanan pemikiran yang merusak.
9. Tanpa Ilmu Syariah Bisa Melahirkan Sikap Ekstrim Membabi Buta
Sikap-sikap ekstrim dan keterlaluan dalam pelaksanaan agama seringkali menimpa banyak umat Islam. Barangkali niatnya sudah baik, yaitu ingin menjalankan ajaran agama. Tetapi bila semangat itu tidak diiringi dengan ilmu syariah yang benar, sangatbesar kemungkinan terjadi kesalahan fatal yang merugikan.
Dahulu di masa shahabat ada seorang yang terluka di kepala. Seharusnya dia tidak boleh mandi karena parah sakitnya. Namun dia berjunub pada malamnya dan pagi hari dia bertanya kepada temannya, apakah dia harus mandi atau tidak. Temannya mengatakan bahwa dia harus mandi. Lalu mandilah dia dan tidak lama kemudian meninggal. Betapa sedih Rasulullah SAW tatkala mendengar kabar itu. Sebab teman yang memberi fatwa itu bertindak tanpa ilmu dan menyebabkan kematian. Padahal seharusnya dalam kondisi demikian, cukuplah dengan bertayammum saja. Maka dia sudah boleh shalat. Tidak wajib mandi junub meski malamnya keluar mani.
10. Keharusan Ada Sebagian Dari Ummat Yang Mendalami Syariah
Kalau kita bandingkan antara jumlah orang awam dan jumlah para ulama, kita akan menemukan perbandingan yang jauh dari proporsional. Dengan kata lain, ulama di masa sekarang ini termasuk `makhluk langka` bahkan nyaris punah.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan penghargaan atas jasa mereka selama ini, namun kenyataanya bahwa kebanyakan tokoh agama serta para penceramah yang kita dapati masih minim dari penguasan secara mendetail dalam kisi-kisi ilmu syariah. Tidak sedikit dari mereka yang sama sekali buta bahasa arab. Dan otomatis rujukan satu-satunya hanya buku terjemahan saja. Bahkan ketika membaca Al-Quran pun tidak paham maknanya. Apalagi membaca hadits-hadits nabawi. Dan jangan ditanya bagaimana mereka bisa merujuk kepada kajian syariah Islam dari para fuqaha sepanjang sejarah, karena nyaris semua literaturnya memang dalam bahasa arab.
Lalu kita bisa pikirkan sendiri bagaimana kualitas umatnya bila para tokoh agama pun masih dalam taraf yang kurang membahagiakan itu ?
Maka memperbanyak jumlah ulama serta menyebar-luaskan ilmu-ilmu syariah menjadi hal yang mutlak dilakukan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT tentang keharusan adanya sekelompok orang yang berkonsentrasi mendalami ilmu-ilmu syariah.
Tidak sepatutnya bagi mu'minin itu pergi semuanya . Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(QS. At-Taubah : 122)
11. Masuk Islam Secara Kaaffah : Mustahil Tanpa SyariahSebagai muslim yang baik, komitmen dan konsisten dalam memeluk agama Islam, tentu kita tahu bahwa kita wajib menerima Islam secara kaaffah, tidak sepotong-sepotong. Allah SWT telah memerintahkan hal dalam firman-Nya :
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.(QS. Al-Baqarah : 208)
Tapi bagaimanakah kita bisa menjalankan Islam secara kaaffah, kalau kita tidak bisa membedakan manakah diantara perbuatan itu yang termasuk bagian dari Islam atau bukan ? Sebab seringkali kita dihadapkan kepada bentuk-bentuk pengamalan yang disinyalir sebagai islami, tetapi kita tidak tahu kedudukan yang sesungguhnya. Katakanlah sebagai contoh mudah misalnya tentang memahami perbuatan Rasulullah SAW. Apakah semua hal yang dilakukan oleh beliau itu menjadi bagian langsung dari syariat agama ini ? Ataukah ada wilayah yang tidak termasuk bagian dari syariat ?
Lebih rinci lagi, kita dapati dalam hadits bahwa Rasulullah SAW naik unta, minum susu kambing mentah, istinja` dengan batu, khutbah memegang tongkat, di rumahnya tidak ada wc dan seterusnya. Apakah hari ini kita wajib melakukan hal yang sama dengan beliau sebagai pengejawantahan bahwa Rasululah SAW adalah suri teladan ? Apakah kita juga harus naik unta ? Haruskah kita minum susu kambing yang tidak dimasak dahulu ? Apakah para khatib wajib berkhutbah sambil memegang tongkat ? Dan tegakah kita berintinja` hanya dengan batu ? Dan haruskah kita buang air di alam terbuka, karena dahulu Rasulullah SAW melakukannya ?
Tentu kita perlu merinci lebih detail, manakah dari semua perbuatan dan perkataan beliau SAW yang menjadi bagian dari syariah dan mana yang secara kebetulan menjadi hal-hal teknis semata, peradaban zaman di kala itu. Dan untuk itu, harus ada sebuah metodologi yang bisa dijadikan patokan. Metodologi itu adalah syariat Islam.
Dengan syariat Islam, kita bisa memilah dan menentukan manakah dari diri Rasulullah SAW yang menjadi bagian dari ajaran Islam, yang harus kita aplikasikan dalam menjalani kehidupan. Dan manakah yang hanya faktor kebetulan dan teknis semata pada masa itu.
Penutup
Itulah beberapa hal yang perlu kita renungkan bersama. Betapa syariat Islam ini memang perlu kita pelajari dengan sebaik-baiknya. Tidak perlu menunggu dan membuang waktu. Sekaranglah waktu yang tepat untuk mulai belajar. Semoga Allah SWT memudahkan jalan kita masuk surga karena kita telah menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu keislaman selama di dunia ini.
Hanadallahu Wa Iyyakum Ajma`in
Tidak ada komentar:
Posting Komentar