“Seseorang boleh saja berkata, “Saya telah menemukan kebahagiaan
sejati setelah bergelimang dengan harta kekayaan yang saya miliki. Saya
sudah puas dengan hasil keringat saya.” Atau seorang pejabat bergaji
tinggi bisa saja bertutur bahwa dengan posisinya yang ‘basah’ ia akan
berkesempatan merasakan kenikmatan hidup. Atau mungkin saja seorang
bintang film bercerita bahwa ia merasakan kedamaian dalam hidup setelah
duit tak pernah berhenti mengalir ke sakunya.
Tetapi tidak mungkinkah di balik pernyataan itu ada terselubung
perasaan cemas, khawatir dan gelisah, ibarat awan hitam yang menutupi
wajah rembulan?
Kegelisahan, kecemasan, ketidakteteraman, adalah ‘pekerjaan harian’
bagi manusia, kecuali mereka yang telah menemukan jalan yang benar. Rasa
cemas itu bisa menyangkut urusan yang kecil-kecil maupun yang
besar-besar. Bahkan banyak orang yang sekadar menginginkan seorang gadis
lalu tidak kesampaian, bisa memilih bunuh diri saking stresnya. Tidak
sedikit pula yang mengamuk hanya karena persoalan uang seribu rupiah.
Bagi yang telah mengenal hakikat hidup, hal-hal remeh seperti itu
tidak perlu membuatnya hilang akal. Allah swt jauh-jauh sebelumnya telah
menurunkan obat penawar kegelisahan dan kecemasan ini dengan agama.
Melalui agama (Islam) ini, Allah memperkenalkan diri-Nya bahwa Dialah
yang Maha Kuasa, Maha Sempurna dan Maha Ahad. Pengetahuannya meliputi
segala yang telah lalu, kini dan esok. Penglihatan-Nya jauh di atas
menembus ruang dan waktu. Melalui pendekatan kepada kekuasaan-Nya ini
sebenarnya sudah bermakna obat. Dijamin manusia tidak akan gelisah
selamanya.
Islam memperkenalkan cara pandang yang jauh lebih luas tentang
kehidupan. Bahwa hidup ini bukan sekadar pulang-balik dari rumah ke
tempat kerja, sampai rumah lalu tidur, besok berangkat lagi, kawin,
punya anak. Hidup ini indah dan penuh dimensi, yang terdiri dari
beberapa babak. Babak akhir nanti bergantung pada kesuksesan menapaki
hidup pada babak sekarang ini. Konsep seperti ini akan menuntut
seseorang untuk mengontrol dirinya secara mandiri, dan membimbing untuk
tidak segera putus asa menghadapi persoalan.
Terapi Shalat
Kaum muslimin tidak perlu ikut-ikutan orang lain untuk mencari
ketenangan hidup dengan melakukan meditasi segala macam. Seperti
diketahui, belakangan ini bermunculan kelompok meditasi di berbagai
kota. Malah dua di antaranya, yang mengaku berasal dari India dan kini
membuka cabang di Jakarta, mengklaim telah memiliki lebih 8.000 cabang
di 58 negara. Tujuan organisasi ini tidak lain adalah untuk menjaring
para eksekutif yang kini makin banyak ditimpa penyakit modern: stres dan
gelisah.
Sungguh sangat disayangkan kalau ada kaum muslimin yang tertarik pada
tatacara pengobatan yang seperti ini. Sebab secara syar’i bukan saja
telah terjadi pelanggaran, karena bercampurnya lelaki dan perempuan
dalam satu ruangan tanpa aturan yang jelas, tetapi juga ada sebuah
gambar ka’bah dan dua kaligrafi bertuliskan Allah dan Muhammad yang
dihimpit dua simbol agama lain.
Sebenarnya shalat jauh menawarkan terapi yang lebih efektif dan ampuh
untuk penyakit-penyakit gelisah seperti itu. Tentunya apabila shalat
yang ada ditegakkan dengan cara yang baik dan khusyu’. Sayangnya yang
kita lakukan selama ini shalat bukan hanya dianggap sebagai suatu
kewajiban, tapi terkadang sebagai beban. Padahal teori pengobatan
berkata, apabila kita yakin, maka sebagian dari penyakit itu telah
disembuhkan.
Shalat bahkan bukan hanya akan memberikan kesembuhan terhadap
beban-beban ruhani akibat lelahnya menghadapi pertarungan hidup, tapi
juga akan memberikan kemenangan, di dunia dan di akhirat. Orang yang
shalatnya benar, tidak malah gelisah setelah shalat, akan tetapi ada
perasaan lega dan tenteram karena baru saja bertemu dengan Allah,
Penguasa Segala Sesuatu. Bertemu kepada Dzat yang menciptakan segala
sesuatu di alam ini, termasuk jalan yang terbaik untuk hamba-Nya. Orang
yang ketika menghadapi Tuhan mempunyai perasaan penghambaan seperti ini
akan enteng hidupnya. Shalat akan dijadikan sebagai media untuk memohon
bimbingan dan petunjuk agar tidak keliru dalam meniti kehidupan. Hidup
ini dipasrahkan kepada-Nya, tawakkal.
Meraih Cinta-Nya
Untuk mendapatkan cinta tentu memerlukan perjuangan dan pengorbanan.
Begitu juga untuk dapat meraih cinta dari Allah swt, kita dituntut
berkorban. In tanshurullaha yanshurkum, kata Allah, apabila
kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu. Menolong, bila
yang melakukan adalah Allah, maka dapat diartikan dengan selesainya
segala urusan yang ditolong. Ini adalah kunci kehidupan itu sendiri.
Manusia yang meyakini Islam sebagai jalan hidup satu-satunya berarti
sudah memilih tauhid yang benar. Berarti ia akan cenderung mengenal
Allah lebih dekat, sehingga menimbulkan perasaan cinta kepada-Nya. Kalau
sudah tumbuh cinta maka ia akan memandang Allah sebagai Sumber segala
hidup, Sumber kesempurnaan, Sumber segala rahmat, serta percaya bahwa
Dia dekat dengannya setiap saat. Temali batinpun akan berbicara, ke mana
pun juga pergi akan ada ‘benang’ kontrol yang menghubungkan dengan Dia.
Keyakinan dan kesadaran seperti ini selain memberikan nuansa yang indah
juga plus menciptakan kekuatan baru untuk melangkah menapaki hidup.
Mungkin pertanyaan yang menggelitik akan muncul, menggoda pikiran kita,
“Bagaimana sesungguhnya kita dapat berhubungan akrab dengan Tuhan dan
sejauh mana kita mengetahui bahwa kita telah dekat kepada-Nya?”
Allah swt berfirman, “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu
tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat, Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu.” (QS. Al-Baqarah: 186)
Makin kuat keyakinan dan kesadaran kita akan dekatnya Allah maka
makin tenteram pula hati ini dan makin besar kebahagiaan yang dicapai.
Oleh karena itu dalam al-Qur’an disebutkan, alaa bidzikrillahi
tathmainnul-quluub, ingatlah sesungguhnya dengan mengingat Allah hati
menjadi tenteram.
Dzikir yang dilakukan terus-menerus akan membuat ruhani menjadi kuat,
pribadi manusia akan memperolah kekuatan transenden yang luar biasa.
Sebagai dampaknya hati akan selalu bahagia, tenteram dan memperoleh
kedamaian abadi.
Kunci Segalanya
Kekuatan apa lagi yang akan bisa menyaingi jika manusia telah
menemukan Tuhannya? Kekuatan ini dapat menyingkirkan ila-ilah yang
bertengger dalam pikiran manusia, dalam jiwanya. Tidak hanya itu, semua
kekuatan, harta kekayaan, pangkat dan status, serta semua urusan dunia
tidak banyak artinya di kala Allah telah menyatu dalam jiwa.
Inilah kunci dari segalanya. Mereka yang sudah merapatkan dirinya
pada sandaran Sang Maha Kuasa, akan menghadapi kehidupan dengan serba
mudah. Kesulitan yang ada bahkan dianggapnya sebagai kesyukuran. Karena
dengan kesulitan itu akan mengurangi beban dosa dan kesalahannya.
Kesulitan dan kesusahan hidup bukan dianggap sebagai musibah yang dapat
menyeretnya kepada kekufuran, tapi justru sebagai cubitan peringatan
agar kontrol komunikasinya dengan Tuhan tetap berjalan, tetap seimbang.
Inilah bentuk kecintaan dari Yang Maha Hakiki kepada hamban-Nya.
Demonstrasi kecintaan itu diwujudkan dalam berbagai tindakan-Nya yang
terkesan menyengsarakan dan menyulitkan si hamba. Padahal itulah cara
yang paling baik dan pas untuk manusia. Musibah dan
penderitaan-penderitaan digelar-Nya, yang bagi kebanyakan manusia lebih
mudah mengantar kepada kesadaran dan keinsyafan.
Sumber: Ikadi Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar