Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di zamanku, kemudian orang-orang setelahnya, kemudian orang-orang setelahnya“. HR. Bukhari, no. 2652, Muslim, no. 6635.
Berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam
Muslim di atas, ada tiga kelompok yang merupakan sebaik-baik manusia,
yang hidup sezaman dengan Nabi saw yakni para sahabat, zaman setelahnya
yakni tabi’in dan zaman setelahnya lagi, yakni generasi tabi’ut tabi’in.
Mereka dipanggil sebagai Salafush Sholeh karena mereka sholeh, baik,
berakhlak baik, mereka mempersembahkan diri mereka di hadapanNya. Mereka
tidak mau membela diri karena malu terhadap rububiyah-Nya dan merasa
cukup dengan sifat qayyum-Nya.
Mereka yakin bahwa Allah memberi mereka sesuatu yang lebih daripada apa yang mereka berikan untuk diri mereka sendiri.
Mereka adalah generasi terbaik yang berserah diri (Islam) kepada Allah.
Sehingga mereka mencapai tingkatan muslim yang terbaik yakni Ihsan
(muhsin), seolah-olah mereka melihat-Nya walaupun mereka tidak
melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat mereka.
Sekarang kita yang jauh dari masa generasi terbaik itu, mulai
timbullah sikap “membela diri” yang sesungguhnya adalah memperturuti
hawa nafsu.
Nah, memperturuti hawa nafsu inilah yang menghijab kita dari “seolah-olah kita melihatNya”
Apa akibatnya bagi kita kaum muslim yang tidak lagi dapat atau terhijab dari “seolah-olah kita melihatNya”.
Sebagian dari kita berani membuka aurat, setengah bugil bahkan bugil di depan kamera atau di depan orang lain.
Bahkan ada pula yang berani melakukan perbuatan zina di depan kamera atau di depan orang lain.
Jelas sudah bahwa mereka memperturutkan hawa nafsu sehingga menghijabi dirinya dari “seolah-olah melihatNya”.
Sikap “membela diri” mereka adalah atas nama seni, hak asasi manusia
atau hak pribadi, kami lakukan atas kesukaan bukan paksaan, tidak
mengganggu orang lain, dan lain-lain alasan.
Begitu pula sebagian dari muslim yang mengkhawatirkan akan terjadi
kemunduran masyarakat Islam , terutama dari segi ekonomi dan urusan
duniawi, dalam mereka memahami sebuah hadits “Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir” (HR Muslim).
Kekhawatirkan mereka sesungguhnya adalah sebuah bentuk sikap “membela
diri” karena pandangan mereka yang sebenarnya menjurus kepada
materialisme dan mereka terhijab dari “seolah-olah melihatNya”.
Mereka memahami firman Allah yang artinya “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga” (QS ar Rahmaan: 24) dimana bagi mereka yang dimaksud dua syurga adalah syurga dunia dan syurga akhirat.
Padahal Allah telah menggambari tentang dunia pada firmanNya, antara lain yang artinya,
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara
kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti
hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman
itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari
Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu.” (QS al Hadid : 20)
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan
main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan,
kalau mereka mengetahui.” (Al-Ankabut: 64)
Mereka membela diri, oleh karena mereka muslim maka mereka berhak
atas penghidupan yang baik di alam dunia dibandingkan orang kafir.
Mereka yakin bahwa mereka dicintai Allah sehingga mereka merasa wajar
meraih kehidupan ekonomi yang lebih baik bahkan kaya raya.
Padahal anjuran (sunnah) Rasulullah SAW agar kita dicintai Allah dan dicintai manusia adalah sebagaimana sebuah hadits
Dari Abul Abbas — Sahl bin Sa’ad As-Sa’idy — radliyallahu ‘anhu, ia
berkata: Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah! Tunjukkan kepadaku suatu
amalan yang jika aku beramal dengannya aku dicintai oleh Allah dan
dicintai manusia.” Maka Rasulullah menjawab: “Zuhudlah kamu di dunia
niscaya Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada
manusia niscaya mereka akan mencintaimu.” (Hadist shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya).
Zuhud adalah tidak adanya ketergantungan dan terpusatnya perhatian terhadapnya.
Bersikap qanaah terhadap rizki yang halal dan ridho terhadapnya serta
bersikap ‘iffah dari perbuatan haram dan hati-hati atau bahkan
menghindari terhadap syubhat.
Jiwa yang merasa cukup dan iffah serta berkorban dengan harta dan jiwa di jalan Allah merupakan hakekat zuhud.
Zuhud terhadap apa yang dimiliki manusia, bererti menjauhkan diri
dari merasa iri hati terhadap apa yang dimiliki oleh manusia serta
mengosongkan hati dari mengingati harta milik orang..
… (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka
cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Al-Hadiid :23)
Ibnu Mas’ud ra. melihat Rasulullah saw. tidur di atas kain tikar yang
lusuh sehingga membekas di pipinya, kemudian berkata, ”Wahai Rasulullah
saw., bagaimana kalau saya ambilkan untukmu kasur?” Maka Rasulullah
saw. menjawab, ”Untuk apa dunia itu! Hubungan saya dengan dunia
seperti pengendara yang mampir sejenak di bawah pohon, kemudian pergi
dan meninggalkannya.” (HR At-Tirmidzi)
Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allah, bukanlah kefakiran yang
aku takuti atas kalian, tetapi aku takut pada kalian dibukakannya dunia
bagi kalian sebagaimana telah dibuka bagi umat sebelum kalian. Kemudian
kalian berlomba-lomba sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan
menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Kehidupan zuhud ini dicontoh oleh para sahabatnya: Abu Bakar ra, Umar
ra, Utsman bin Affan ra, dan Abdurrahman bin Auf ra. Mereka adalah
beberapa sahabat yang kaya raya, tetapi tidak mengambil semua harta
kekayaannya untuk diri sendiri dan keluarganya. Sebagian besar harta
mereka habis untuk dakwah, jihad, dan menolong orang-orang beriman.
Mereka adalah tokoh pemimpin dunia yang dunia ada dalam genggamannya,
namun tidak tertipu oleh dunia. Bahkan, mereka lebih mementingkan
kehidupan akhirat dengan segala kenikmatannya. Abu Bakar berkata, ”Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami, bukan di hati kami.”
Suatu saat Ibnu Umar mendengar seseorang bertanya, ”Dimana orang-orang yang zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat?” Lalu Ibnu Umar menunjukkan kuburan Rasulullah saw., Abu Bakar, dan Umar, seraya balik bertanya, ”Bukankah kalian bertanya tentang mereka?”
Abu Sulaiman berkata, ”Utsman bin ‘Affan dan Abdurrahman bin Auf
adalah dua gudang harta dari sekian banyak gudang harta Allah yang ada
di bumi. Keduanya menginfakkan harta tersebut dalam rangka mentaati
Allah, dan bersiap menuju Allah dengan hati dan ilmunya.”
Dengan demikian hanya orang yang berimanlah yang dapat memakmurkan
bumi dan memimpin dunia dengan baik, karena mereka tidak menghalalkan
segala cara untuk meraihnya.
Demikianlah cara umat Islam memimpin dunia, mulai dari Rasulullah saw., khulafaur rasyidin sampai pemimpin berikutnya.
Pemerintahan Islam berhasil menghadirkan keamanan, perdamaian,
keadilan, dan kesejahteraan. Perdaban dibangun atas dasar keimanan dan
moral. Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, salah satu pemimpin
yang paling zuhud, masyarakat merasakan ketentraman, kesejahteraan, dan
keberkahan. Tidak ada lagi orang yang miskin yang meminta-minta, karena
kebutuhannya sudah tercukupi.
Dengan adanya sikap membela diri maka akan sulitlah mengamalkan
sunnah Nabi untuk berlaku Zuhud di dunia. Sikap membela diri
sesungguhnya adalah memperturutkan hawa nafsu sehingga menghijabi diri
kita sehingga tidak mencapai keadaan “seolah-olah melihatNya”.
Sikap diri, akhlak, budi pekerti, moral, bertalian dengan hati,
ikhlas, khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha ,qanaah,
tawakal, mengenal diri, mengenal Allah (ma’rifatullaH) adalah perihal
yang wajib kita pahami .
Subhanallah,,
Semoga Allah senantaiasa membimbing kita serta memberi kemudahan dalam meneladani Rasulullah dan para sahabat & menghimpun kita ke dalam golongan pengikut-pengikut setia-nya hingga akhir zaman. aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar