Prinsip Perencanaan Keuangan Dalam Islam
Kehidupan seorang Muslim tidak bisa dilepaskan dari prinsip prinsip yang ditetapkan oleh Allah Swt.Termasuk didalamnya kegiatan bermuamalat,salah satunya perencanaan Keuangan Melalui berasuransi.Mengingat Pentingnya Asuransi sebagai salah satu Elemen Perekonomian terutama dalam Keluarga dalam hal menghadapi suatu Musibah yang tak terduga,serta masih minimnya pengetahuan banyak Umat Muslim di Indonesia tentang Asuransi,maka saya akan menuliskan beberapa hal tentang prinsip berasuransi dalam Islam.Tulisan ini diambil dari ustadz Rikza Maulan Lc., M.Ag,dengan beberapa editing yang Insya Allah tidak mengurangi maksud yang sama.1. Prinsip Tauhid
Tauhid merupakan prinsip dasar dalam asuransi syariah. Setiap muslim, dalam menjalankan kegiatan kehidupannya selalu berpedoman kepada Allah Swt sehingga setiap pijakan dan dasarnya adalah wujud dari penghambaan kepada Sang Khalik.
Allah SWT berfirman (QS. Ad-Dzariyat/51:56)
Dan (tidaklah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Dengan Berprinsip kepada Ketauhidan Allah Swt, seorang muslim dalam menjalankan aktivitas ekonominya merupakan suatu bentuk ibadah dan penghambaan kepada Allah SWT.
2. Prinsip Keadilan
Prinsip kedua adalah keadilan. Keadilan harus terpenuhi antara pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi, khususnya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah.
Nasabah harus menyadari kewajibannya untuk selalu membayar premi (kontribusi) dalam jumlah tertentu kepada perusahaan asuransi syariah dan memiliki hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan jika terjadi Musibah yang mengakibatkan kerugian. Sementara Perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai lembaga pengelola dana berkewajiban membayar klaim (dana santunan) kepada nasabah.
Di sisi lain, keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dari hasil investasi dana nasabah harus dibagi sesuai dengan akad yang telah disepakati sejak awal.
Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah/5:8)
3. Tolong Menolong
Prinsip ketiga dalam asuransi syariah adalah harus didasari dengan semangat tolong menolong (ta'awun) antara sesama nasabah. Seorang peserta sejak awal sudah harus “dikondisikan" mempunyai niat daan motivasi untuk saling membantu dan meringankan beban peserta lainnya yang mendapatkan musibah.
Allah SWT berfirman :
Dan tolong menolonglah kalian dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. (QS. Al-Maidah : 2)
4. Kerjasama
Prinsip Keempat adalah kerjasama. Kerjasama dalam asuransi syariah dapat berwujud dalam bentuk akad (kontrak) yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah. Demikian juga antara nasabah dengan nasabah lainnya, atau antara ketiganya secara bersamaan.
Kerjasama yang baik antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah, atau antara sesama nasabah akan menciptakan suasana yang baik dalam menolong antar sesama peserta, tidak terkecuali kepada pihak lain yang membutuhkan “bantuan", seperti kaum dhu'afa melalui micro insurance, dsb.
5. Amanah
Prinsip Kelima dalam asuransi syariah adalah amanah. Baik perusahaan asuransi syriah maupun nasabah dituntut untuk selalu amanah. Seperti perusahaan harus benar-benar menjelaskan produknya secara detail dan gamblang, sehingga tidak terjadi kekecewaan nasabah di kemudian hari. Demikian juga sebaliknya nasabah juga perlu amanah dalam memberikan informasi terkait tentang diri atau kerugian yang dialaminya.
Rasulullah SAW bersabda :
Seorang pebisnis yang jujur lagi amanah, kelak dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada'. (HR. Turmudzi)
6. Kerelaan (Ridha)
Prinsip keenam asuransi syariah adalah kerelaan. Kerelaan inilah yang pada akhirnya membuahkan konsep ta'awun (saling tolong menolong) antara sesama nasabah. Dimana nasabah saling mengikhlaskan sebagian dananya untuk didermakan kepada nasabah lainnya yang tertimpa musibah.
7.Larangan Riba
Prinsip ketujuh dalam asuransi syariah adalah menghindari riba. riba merupakan bentuk transaksi yang sangat bathil, dan memiliki dosa paling besar. Asuransi syariah harus terhidar dari unsur riba, dalam sistem operasionalnya. Baik operasional internal dalam pengelolaan dana, maupun eksternal, seperti investasi, dsb.
Secara bahasa, Riba adalah tambahan. Sedangkan dari segi istilah, riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Rasulullah SAW bersabda
Rasulullah SAW melaknat para pemakan riba, pemberi riba, penulisnya, saksinya. Dan beliau bersabda, mereka semua adalah sama." (HR. Muslim)
8 Larangan Maisir
Prinsip ke delapan adalah menghindari adanya unsur maisir (judi) dalam operasionalnya. Unsur judi diantara bentuknya adalah seperti adanya salah satu pihak yang untung tetapi ada pula pihak lain yang rugi.Diantara bentuk perjudian dalam asuransi adalah nasabah berkewajiban membayar premi, sedangkan perusahaan berkewajiban membayar klaim (bila terjadi kerugian). Jika tidak terjadi musibah, maka seolah premi hilang dan secara otomatis akan menjadi milik perusahaan asuransi. sedangkan jika terjadi musibah, perusahaan berkewajiban membayar klaim yang jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan premi yang dibayar nasabah.
Meskipun tidak murni seperti judi, namun transaksi semacam ini dalam kacamata fiqh Islam sudah masuk dalam kategori maisir, atau paling tidak mengandung unsur maisir ( perjudian )
9. Larangan Gharar (Ketidakpastian)
Prinsip kesembilan adalah menghindarkan diri dari gharar (ketidakpastian). Secara umum gharar adalah sesuatu yang mungkin ada atau mungkin tidak ada, atau sesuatu yang tidak diketahui hasilnya.
Dalam asuansi gharar dapat terjadi pada ketidak jelasan ada atau tidaknya “klaim/ pertanggungan” atau manfaat yang akan diperoleh nasabah dari perusahaan asuransi. Karena keberadaan klaim/ pertanggungan tersebut terkait dengan ada tidaknya resiko. Jika resiko terjadi, klaim didapatkan, dan jika resiko tidak terjadi maka klaim tidak akan didapatkan. Hal ini seperti pada jual beli hewan dalam kandungan sebelum induknya mengandung. Meskipun si induk memiliki kemungkinan mengandung.
Demikian juga dari ketidak jelasan "seberapa lama" pembayaran premi. Bisa jadi satu tahun, dua tahun, atau tujuh belas tahun.
10.Larangan Risywah ( Suap )
Selain harus menghindari maghrib (masir, gharar dan riba) asuransi syariah juga wajib menjauhkan aspek risywah dalam operasionalnya, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Risywah dapat terjadi diantaranya seperti dalam klaim, baik antara nasabah dengan "oknum" asuransi syariah, atau juga dengan pihak ketiga rumah sakit, bengkel, dsb.
Risywah juga dapat terjadi dalam "mencari" objek pemasaran, seperti ke perusahaan-perusahaan, instansi pemerintah dsb. Dan hal ini harus dihindarkan dalam segala opersional asuransi syariah. Kendatipun sangat berat untuk dilakukan di Indonesia yang memiliki iklim bisnis yang cukup buruk. Namun dengan keyakinan dan niatan yang baik, Insya Allah akan bisa dilaksanakan.
Dengan Prinsip Inilah maka tidak ada alasan bagi Umat Islam khususnya di Indonesia untuk tidak menggunakan Asuransi syariah,khusunya melalui asuransi Takaful Indonesia,pertama dan murni syariah yang telah mengelola keuangan untuk asuransi selama lebih dari 17 tahun sejak tahun 1994.Kalau tidak hijrah ( pindah ) sekarang,kapan lagi??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar